Skip to main content

Menonton pertandingan TimNas Sepakbola pada Selasa malam (11/6/2024) sungguhlah sangat menyenangkan. Setelah sekian lama, Indonesia bisa masuk ke putaran 3 kualifikasi Piala Dunia. Saya sendiri yang dulunya tidak begitu suka nonton sepak bola, demi Indonesia, jadi semangat nonton. Yuk kita analisa transformasi TimNas kita dari segi kepemimpinan.

Pergantian Erick Thohir (PT) dari Iwan Bule menjadi ketua PSSI seperti menjadi angin segar PSSI. Pergantiannya ini terjadi melalui kongres luar biasa ini dilakukan setelah peristiwa stadion Kanjuruhan Malang yang menewaskan 131 supporter. Terlepas peristiwa Kanjuruhan ini sengaja terjadi atau tidak, yang pasti peristiwa ini meredam Iwan Bule untuk mempertahankan posisinya dan melenggangkan ET menjadi ketua umum PSSI setelah mengalahkan La Nyalla Mattalitti melalui Kongres Luar Biasa (KLB). Pergantian ini menjadi urgen karena Indonesia terancam sanksi FIFA tidak bisa mengikuti turnamen internasional. 

Kalau diibaratkan perusahaan, telah terjadi akuisisi kepemilikan PSSI ke pihak yang melihat visi jauh ke depan TimNas Indonesia. Kepercayaan ET kepada STY (Shin Tae-yong) dilanjutkan. STY ini ibarat CEO (Presiden Direktur) TimNas. STY seperti mendapat dukungan yang selama ini tidak diberikan Iwan Bule. ET memberikan ST keleluasan untuk merekrut TimNas dengan program naturalisasi, yakni mengambil pemain yang sudah jadi dan punya keturunan dari Indonesia. Di sini dukungan ET adalah dukungan politik, suara miring jadi lebih sedikit dan proses yang cepat, serta dukungan finansial. Karena membayar para pemain naturalisasi ini cukup mahal, dan tentunya STY juga patut berterima kasih, ET bisa meminimalisasikan bandar-bandar judi bola yang mengganggu kinerja timnya.

Ini contoh di mana terjadi sinergi antar komisaris dan CEO, dan ini penting sekali. Memiliki visi yang sama dan saling dukung. Ibaratnya ET pasang badan untuk STY, sehingga STY bisa mengembangkan kreativitasnya semaksimal mungkin. Seperti yang kita pelajari sebelumnya, kolaborasi menghasilkan sinergi. Kolaborasi ET dan STY menghasilkan prestasi yang sudah lama tidak pernah diraih TimNas Indonesia.

STY sendiri bukannya tanpa memiliki tantangan secara pribadi. Saat harus melawan Tim Korea, negaranya sendiri, STY mendapat serangan dari netizen dan rakyat Korea karena dianggap mengkhianati negaranya. Tapi tetap STY berlaku secara profesional. Ibaratnya di saat harus memilih kepentingan pribadi atau kepentingan timnya, STY memilih kepentingan yang lebih besar yaitu memenangkan pertandingan, dan STY membuktikannya.

Kolaborasi ini artinya melepas ego masing-masing. Di saat TimNas gagal masuk olimpiade, ET tetap mendukung STY dan para pemain walaupun tidak sesuai harapannya. Perjalanan masih panjang, semoga kolaborasi CEO dan Komisaris terus berlangsung dan menghasilkan TimNas yang semakin kompak dan dapat menampilkan permainan terbaiknya. Sekali lagi saya aslinya bukan penggemar sepak bola, jadi kalau ada yang mau menambahkan silahkan, yang pasti jangan ditiru pemilihan komisaris karena “office politik” atau politik beneran.

 

Sumber foto: https://babel.antaranews.com/