Untuk penggemar sepeda seperti saya, tidak akan asing dengan sepeda buatan AS dengan merek TREK. Merek sepeda ini sering dipakai oleh tim-tim sepeda kelas dunia. Baik untuk balap, off-road (untuk yg senang gowes di hutan-hutan), downhill (yang senang adrenalin, karena menuruni bukit yang curam), atau buat gowes santai. Merek ini di Indonesia juga terkenal, bukan hanya karena kualitasnya bagus, tapi juga harganya mahal (sekali). Tipe tertingginya mungkin sudah bisa mengalahkan harga mobil di Indonesia Tentunya saya tidak ingin cerita tentang detail sepeda di artikel ini. Saya ingin sharing bagaimana TREK bike berkembang menjadi besar sekali yang bisa menjadi inspirasi siapa pun, termasuk penjual soto atau pelaku UMKM, ibu rumah tangga, dan lainnya.
TREK Bike di bawah CEO John Burke, berkembang dari tadinya perusahaan dengan nilai penjualan US$250-300 juta menjadi $20 milyar. Burke telah menjadi CEO kurang lebih 25 tahun. Sebagian besar pelanggan TREK bike adalah “mom-pop shop” (sebuah istilah untuk toko yang kecil dan dikelola secara tradisional). Yang saat itu, “mom-pop shop” ini hanya mendapatkan selisih keuntungan 3%. Untuk mereka, “breakeven” (nggak rugi) saja sudah seneng, yang penting bisa gaji karyawan. Karena mereka membuka toko sepeda ini kebanyakan sebagai hobi.
Kemudian Burke mempunyai ide agar bisa membantu toko-toko sepeda kecil ini berkembang. TREK menawarkan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan toko-toko ini berkembang, termasuk pelatihan tentang kepemimpinan. Juga menawarkan “Financial Check Up” (tes kesehatan keuangan) yang dapat membantu toko kecil bisa bangkit dari keterpurukan. Penawaran jasa-jasa ini tidak dengan keharusan membeli produk TREK. Bahwa kemudian mereka membeli produk TREK adalah menjadi kelaziman (bukan paksaan).
Burke berkeyakinan bahwa bila pelanggannya sukses, maka TREK juga berhasil. TREK bike tidak hanya jualan sepeda, tapi juga membantu pelanggannya (retailer) sukses. Dan TREK Bike melakukan investasi yang besar untuk memberikan pelatihan-pelatihan ini. Burke tidak terobsesi ingin mengalahkan pesaing merek sepeda lain, tapi fokus pada prosesnya sendiri membantu pelanggan sukses. Dan ini berhasil.
Burke terinspirasi dari buku Simon Sinek, The Infinite Game. Menurut Burke, “Ya betul kita ingin jualan sepeda, tapi cara kita menjualnya adalah kita melakukan prosesnya sesempurna mungkin, yaitu membantu pelanggan (mom-pop shops) sukses. Kalau kita bisa melakukan itu, maka kita bisa mendapat keuntungan. Upaya kerja kerasnya tidak difokuskan pada hasil, tapi difokuskan pada bagaimana setiap hari saya bisa memperbaiki prosesnya.”
Seseorang yang fokus pada hasil, maka dia tidak terlalu memperhatikan prosesnya: apakah dengan mencuri, bohong, jegal orang lain, yang penting hasilnya bagus. Sedang seseorang yang fokus pada proses, akan memastikan proses perbaikan terus-menerus dengan cara yang benar. Dan hasil tidak mengkhianati proses, seperti yang dialami oleh TREK Bike.
Kisah inspirasi di atas, adalah kunci sukses di Avalon. Buku Sigma Leadership hal. 223:
- Jadi kita harus bergeser dari menjual komoditas menjadi menjual hasil kreativitas. Kalau kita bergerak maju, maka pada barang apa pun, jasa apa pun yang ingin kita jual itu harus ada nilai kecerdasan kita, nilai kebrilianan dari otak kita di dalam produk barang atau jasa. Sehingga siapa pun yang nanti menerima barang itu, atau kontrak itu, atau layanan itu mendapatkan nilai tambah yang tertinggi. Kita fokus kepada proses ini, kepada bagaimana selalu melahirkan hal yang terbaik dengan mendayagunakan semua perangkat kecerdasan yang kita punya.
- Keberlimpahan itu adalah sesuatu yang pasti mengikuti hukum kesepadanan, hukum keadilan ya. Jadi dia akan datang sesuai dengan apa yang sudah kita persembahkan untuk kehidupan dan untuk Semesta ini. Kalau kita memberikan yang terbaik yang memenuhi semua Rancangan Agung kita. Kita mengeluarkan semua talenta kita pada tataran yang paling optimal.
- Maka yang diberikan Semesta kepada kita itu pasti juga sepadan dengan itu. Jadi buat teman-teman, fokusnya bukan untuk mendapatkan apa, tetapi memberikan apa. Fokusnya bukan meraih apa, tetapi sekarang berkarya apa. Karena yang kita dapatkan akan mengikuti hukum kesepadanan, hukum keadilan semesta.”