Skip to main content

Menjadi pemimpin itu seperti orang tua yang sedang mendidik anak menjadi versi terbaiknya, yang dalam proses melakukannya dengan menjadi panutan, dan memberi keteladanan kepada anak. Semakin besar anak, ia akan semakin kritis dan perlu dialog yang panjang agar pesan Bapak/Ibu ini di “buy in” atau disepakati anak. Anak yang sudah besar sudah tidak mempan lagi ditakut-takuti. Mereka perlu dengan sendirinya menjadi sadar dan mengerti dan mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya sendiri dan orang lain.

Seorang pemimpin tidak cukup hanya memberi perintah kepada yang dipimpin. Tapi juga mengajak brainstorming (brain = otak, storm = badai, maksudnya saling bertukar pendapat yang intense layaknya badai), dialog dan diskusi, sehingga yang dipimpin bisa mengambil sikap atau keputusan yang tepat dengan sepenuh hati. Hal yang lebih penting juga adalah yang dipimpin merasa menjadi bagian dari keputusan tersebut. Inilah esensi pemberdayaan pimpinan kepada yang dipimpin. Seseorang yang menjalankan keputusan di lapangan, yang tahu dan sadar akan tugasnya dan diberdayakan, akan lebih mudah menjalankannya. Kadang di lapangan petugas harus berani mengambil keputusan sedikit keluar pakem tapi tepat selama tidak melanggar nilai yang disepakati di awal.

Ken Blanchard, dalam buku “Servant Leadership In Action”, bercerita saat dia lupa bawa KTP dan akan naik pesawat, sementara waktu take off pesawat sudah dekat sehingga tidak bisa pulang ke rumah untuk ambil KTP. Akhirnya dia beli buku karangannya sendiri di airport yang ada foto dirinya di halaman belakang buku. Foto di buku itu yang diberikan ke petugas bandara. Di satu airline yang petugasnya diberi kebebasan (telah diberdayakan) untuk lebih baik melayani pelanggan dibanding formalitas yang kaku, menerima bukti foto di buku tersebut dan malah membantu proses check in nya.

Sementara di airline lain yang petugasnya seperti robot dan hanya “mengikuti perintah”, jadinya malah mempersulit Ken (tanya ke supervisor dulu, supervisor nanya lagi ke supervisor berikutnya, dan seterusnya).

Kira-kira Anda kalau jadi Ken naik penerbangan berikut menggunakan airline yang mana? Baik bawa KTP atau tidak.

Menjadi seorang pemimpin yang memberdayakan yang dipimpin memerlukan kesabaran dan kerendahan hati yang luar biasa. Sabar mendengar pendapat yang dipimpin walaupun mungkin panjang dan lebar.  Berendah hati untuk mau mendengar dulu penjelasan yang dipimpin walaupun tidak masuk akal. Dan tentunya sabar lagi untuk membuat yang dipimpin menjadi mengerti nilai-nilai yang disampaikan yang terkadang memerlukan sesi pertemuan berkali-kali baru bisa dimengerti.

Menjadi pemimpin yang memberdayakan juga berarti juga harus sabar ketika yang dipimpin gagal mencapai apa yang direncanakan. Memberi ruang kepada yang gagal untuk melakukan introspeksi diri, bukan malah memecat bila memang ini baru pertama kali dilakukan. Mirip dengan anak yang nakal kan, masak kita pecat kalau baru sekali salah?

 

Sumber foto: https://icma.org/