Skip to main content

Dulu, istilah baru muncul dari gagasan seseorang yang biasanya berlabel berpendidikan. Istilah baby boomer berasal dari hasil statistik yang dibuat oleh orang yang melihat angka-angka kelahiran. Kata budaya perusahaan, misi atau visi, nilai-nilai perusahaan diciptakan oleh pakar kepemimpinan dan manajemen. 

Sekarang, istilah baru seperti quiet quitting, quit quitting menjadi populer karena sosial media yang dibuat oleh pengguna sosial media dan tidak perlu berpendidikan. Memang beberapa bukan pengertian baru seperti quiet quiting sebagai pengganti istilah karyawan yang disengaged  (kurang punya  rasa memiliki) atau quit quitting sebagai karyawan yang engaged (merasa nyaman di perusahaan, dan tidak ingin pindah).

Nah, kalau quiet firing apalagi nih?

Rupanya ini istilah seorang pimpinan yang diam-diam membiarkan anak buahnya jatuh atau membuat kesalahan sehingga berakibat pemecatan (PHK). Seharusnya pemimpin secara rutin memberi masukan, teguran, baik dengan lembut atau tegas agar yang dipimpin berada di jalan yang tepat. Pemimpin yang bermental quiet firing akan menghakimi kinerja bahwannya pada periode evaluasi tahunan saja. Boro-boro mendapat bonus tahunan, tapi malah satu langkah menuju PHK. Anak buah akan bingung kenapa selama ini tidak pernah diarahkan atau ditegur dan langsung divonis mempunyai kinerja buruk dan mendapat Surat Peringatan 1 (kalau di AS bisa langsung dipecat sih).

Adalah tugas seorang pemimpin untuk mengingatkan, menegur, dan melakukan edukasi agar anak buah menjadi lebih baik (people/employee development). Lebih lanjut malah memberi rasa aman, ruang berkreasi, ruang belajar dari kesalahan dan menyiapkan menjadi pengganti yang handal. Bukan menjadi pelaku quiet firing.

 

Eko Nugroho
Leadership Coach dan Vice Chairman The Avalon Consulting
14 September 2024

Sumber foto: washingtonpost.com