Beda dengan Quiet Quitting, arti Quit Quitting adalah tidak lagi mau pindah ke perusahaan lain. Rupanya saat ini lagi tren di Amerika Serikat (AS) bahwa pekerja/karyawan tidak lagi ingin mencari pekerjaan baru. Ini sangat berbeda pada tahun 2022 ketika Amerika baru selesai dengan plandemik dan lapangan kerja meningkat, sehingga banyak orang yang mencari pekerjaan baru (sebelumnya sebagian dari mereka kena PHK karena plandemi). Trend mencari pekerjaan baru ini menurun pada tahun 2023 dan semakin turun pada paruh tahun 2024. Menurut survey, juga dikatakan pekerja di AS puas dengan pekerjaanya saat ini dan para “kutu loncat” (orang yang senang berpindah pekerjaan) telah menemukan “balance” (kesimbangan) dalam bekerja. Selain memang lapangan kerja di AS tahun ini semakin berkurang.
Menurut survey Robert Half, perusahaan penerimaan pegawai dan konsultan tempat kerja, hanya 35% pekerja yang ingin resign (mengundurkan diri) dibanding tahun sebelumnya 49%. Dari 1.000 karyawan yang disurvey mengatakan 77% senang dengan pekerjaan sekarang dan 85% menikmati kesetimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi.
Tentunya survey ini nggak berlaku di Indonesia. Angka pengangguran kita masih jauh lebih tinggi dari kesempatan kerja yang ada. Total pengangguran di Indonesia berkisar 8 juta orang atau sekitar 4,82% dari angkatan. Ini belum termasuk yang dikategorikan sebagai setengah menganggur dan bekerja paruh waktu yang jumlahnya sekitar 48,91 juta orang. Jadi total terdapat sekitar 57 juta orang yang memerlukan mendapatkan pekerjaan “full time” (minimal 35 jam seminggu) di Indonesia. Jadi Quit Quitting akan selalu tinggi di Indonesia. Baik saat plandemik, setelah dan sekarang. Lha wong cari kerja sulit di Indonesia.
Sumber foto: workplaceethicsadvice.com