Knowledge (pengetahuan) dapat dibagi menjadi pengetahuan yang eksplisit dan pengetahuan yang implisit. Yang pertama adalah pengetahuan yang mengacu kepada pengetahuan yang dapat dipindahkan ke orang lain dengan mudah. Contoh paling sederhana adalah pengetahuan tentang ibu kota negara Indonesia adalah Jakarta (paling tidak sampai saat ini). Pengetahuan ini akan lebih mudah diberikan ke orang lain dan orang lain dengan mudah menguasainya. Yang kedua adalah pengetahuan implisit atau disebut Tacit/Tribal.
Contoh paling mudah untuk mengenal tacit knowledge adalah pengetahuan untuk mengemudikan mobil. Pengetahuan ini tidak mudah ditransfer ke orang lain. Seseorang tidak bisa dengan menulis atau secara verbal menceritakan cara mengemudikan mobil akan membuat orang lain bisa mengemudikan mobil. Pengetahuan ini bisa ditransfer dengan cara mengalami sendiri (experience) untuk bisa mengemudikan mobil.
Secara umum tacit knowledge dibedakan dengan pengetahuan eksplisit karena hal-hal di bawah ini:
- Sulit ditransfer ke orang lain. Sehingga memerlukan seseorang secara khusus melakukan interaksi tatap muka secara langsung untuk mengajari cara mengemudikan mobil.
- Tidak bisa dimengerti hanya dengan tulisan atau kata-kata. Mengajari seseorang naik mobil tidak bisa hanya dengan kata-kata dan membaca manual nya.
- Bersifat subjektif dan dialami. Contoh: memainkan alat musik sangat subjektif bagi setiap individu. Seseorang akan lebih “mengerti” alat musik piano dibandingkan dengan gitar misalnya. Memainkan alat musik harus dialami atau dilatih untuk bisa menguasainya.
- Tidak bisa dikodifikasi. Kebijaksanaan pemimpin untuk bisa memutuskan sesuatu dengan tepat tidak mudah bisa dituliskan dalam SOP karena menyangkut “rasa” dan pengalaman panjang sampai pada kebijaksanaan itu.
- Tidak bisa direkam dan disimpan. Merasakan tekanan gas dan rem dalam mengemudi mobil tidak bisa disimpan dalam sebuah catatan. Dan tentunya setiap mobil punya tekanan rem dan gas yang berbeda untuk bisa dikuasai dengan baik.
Tacit knowledge dikenalkan pada tahun 1958 oleh Michael Polanyi yang mempunyai hipotesa awal bahwa “we can know more than we can tell” (kita bisa mengetahui lebih dari apa yang bisa ceritakan). Artinya tidak semua pengetahuan itu bisa diceritakan baik tertulis maupun verbal. Sesederhana pengetahuan meminum kopi saja tidak bisa diceritakan lewat tulisan atau perkataan. Seseorang harus minum kopinya langsung untuk bisa mendapat pengetahuan tentang kopi itu dengan utuh.
Ilmu kepemimpinan adalah tacit knowledge. Tidak bisa hanya diceritakan dan diajarkan secara monolog (satu arah) saja. Harus dialami dan didampingi. Untuk itu kelas Avalon Leadership Online Course (ALOC) berinovasi dan mulai batch 6 menambah kelas yang disebut kelas mentoring. Di kelas ini peserta diberi tugas dan diajak untuk menceritakan pengalaman otentiknya dalam berupaya (jatuh dan bangunnya) menjadi pemimpin yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Setiap peserta bisa belajar satu sama lain dalam melampaui sisi-sisi gelapnya dan tentunya belajar dari pengalaman otentik dari mentornya.
Eko Nugroho
Leadership Coach dan Vice Chairman The Avalon Consulting
6 September 2024
Sumber foto: thetacitknowledge.com