Skip to main content

Dalam tulisan sebelumnya, saya memuji kopi Bali Kupu-kupu Bola Dunia yang telah menjadi social entrepreneur (pengusaha yang memiliki tanggung jawab sosial di lingkungannya) dan berhasil bertahan tetap berdiri dan berkembang lintas generasi. Pebisnis yang telah menjadi Social Entrepreneur, menurut saya adalah pengusaha yang telah menemukan tujuan agung bisnisnya. Atau dalam istilah kerennya: WHY (mengapa), mengapa bisnis saya ini ada?

Saya ingin berbagi cerita Simon Sinek dalam bukunya: “Start with WHY”. Setiap tahun, MIT (salah satu universitas terkenal di AS), mengundang pebisnis besar (taipan) di AS untuk melakukan workshop selama empat hari. Sekitar 40-50 taipan berkumpul dan mereka menyebut workshop ini sebagai “Gathering of Titan”. Berbeda dengan konferensi/workshop bisnis lainnya, gathering ini tidak ada sesi golf atau makan malam mewah atau pertunjukkan dari artis terkenal yang biasanya menyertai konferensi bisnis.

Di hari pertama, ditanyakan ke peserta workshop, siapa yang bisnisnya telah mencapai kondisi finansial yang dicita-citakan? 80% peserta mengangkat tangannya. Pertanyaan berikutnya: Siapa yang telah merasa sukses? 80% orang yang mengangkat tangannya sebelumnya, menurunkan tangannya dan tidak ada satu orangpun yang mengangkat tangannya.

Di ruangan yang penuh dengan pebisnis handal, milyarder (dalam US$), sebagian sebenarnya tidak perlu kerja lagi karena sudah kaya banget, tapi ternyata “merasa” tidak sukses. Ada yang salah dengan mereka? Rupanya, menurut Simon, mereka kehilangan semangat saat mereka dulu memulai bisnisnya dan mereka mulai sadar bahwa menjual barang/jasa dan mendapat uang banyak ternyata tidak membuat mereka merasa sukses. Mereka telah sukses (WHAT) tapi kehilangan (WHY). Setelahnya terjadi diskusi yang menarik tentang mencari WHY yang telah hilang di sebagian besar Titan ini.

Simon menjelaskan bahwa di saat ukuran-ukuran finansial meningkat seperti jumlah kantor, aset, penjualan, karyawan tapi mereka kehilangan sesuatu yang tidak tampak nyata (intangible) dari mereka. Mereka tahu WHAT (apa yang dilakukan) dan HOW (bagaimana melakukan) untuk menjadi pebisnis handal tapi untuk sebagian besar dari mereka telah kehilangan WHY (tujuan agung bisnisnya ada).

Cerita di atas bisa menginspirasi kita bahwa untuk menjadi social entrepreneur jangan menunggu “sukses” dalam arti finansial dulu. Sikap mental bahwa saya kaya dulu baru turut bertanggung-jawab atas lingkungan sekitar perlu diperbaiki. Mempunyai “WHY” atau saya membahasakannya tujuan agung bisnis, bisa dimulai kapan saja dalam tahapan kita berbisnis.

 

Sumber foto: https://cdn.acehtrend.com