Kedua nama ini sangat terkenal di Amerika Serikat. Yang pertama, penjualan utama adalah produk farmasi tapi juga menjual barang keperluan sehari-hari. Contoh yang paling mirip dengan di Indonesia adalah Guardian, jualan obat tapi juga jual pasta gigi, shampoo, minuman/makanan ringan, dan sebagainya. Baik Walgreens maupun Guardian produk utamanya adalah produk farmasi seperti obat-obatan, vitamin dan sejenisnya, termasuk apotik. Walgreens memiliki gerai 8.700 (Maret 2025) di AS dan 12.500 gerai di seluruh dunia. Di AS, gerai Walgreens terbesar kedua setelah CVS.
Sementara Walmart adalah supermarket + department store. Hampir semua barang dijual di Walmart. Contoh gerai yang mirip di Indonesia adalah Transmart (dulu Carrefour) atau Lotte Mart dari Korea. Gerai Transmart di Indonesia ada 93 (Jan 2023) sedang Lotte Mart memiliki 48 gerai (Juni 2024) di Indonesia. Walmart sendiri sempat buka satu gerai di Supermall Karawaci (1995) tapi hanya bertahan 3 tahun karena krisis ekonomi Indonesia. Di AS, Walmart memiliki gerai 4.615 (terbesar di AS) dan total 10.500 gerai di 19 negara.
Membandingkan Walgreens dan Walmart memang tidak “apple to apple” karena produk utama yang dijual berbeda. Saya membandingkannya karena yang satu gagal bersaing dengan perusahaan pengiriman barang online Amazon, di Indonesia Amazon mirip dengan Tokopedia atau Shopee, dan yang satu lagi berhasil mengatasinya.
Pemilik Walgreens (Stefano Pesina) baru saja menjual tokonya dengan harga US$10 milyar, sangat jauh dari nilai tertinggi Walgreens dimana Walgreens pernah bernilai US$100 milyar. Stefano, yang berdomisili di Monaco dan merupakan salah satu orang terkaya di Monaco, membangun Walgreens sekitar 50 tahun yang lalu. Usahanya dimulai tahun 1977 ketika mengambil alih toko grosir farmasi ayahnya di Itali. Pesina membangun bisnisnya dari Itali kemudian berkembang ke Perancis, Spanyol, Yunani, Morocco dan kemudian ke Inggris. Di Inggris tahun 2006, Pesina merger dengan perusahaan serupa (Boots) yang telah berusia 175 tahun. Awalnya Walgreens hanya membeli 45% saham Boots namun kemudian membeli keseluruhan Boots tahun 2016, menjadikan total aset Wallgreens menjadi $20 milyar. Puncaknya, Walgreens sempat memiliki gerai sampai 13.000 di seluruh dunia dari Norwegia, Alaska, Chile sampai Thailand, dengan aset US$100 milyar.
Kejatuhan Walgreens karena bisnis non-farmasinya diambil oleh Amazon. Orang yang tadinya datang ke Walgreens sekalian beli keperluan sehari-hari, sekarang lebih senang beli barang online dari Amazon dan dikirim ke rumah langsung. Walgreens juga sempat berinvestasi ke start up gagal “Theranos” yang merugikannya US$ 140 juta tahun 2019. Dan plandemi Covid-19 semakin menurunkan pendapatan tokonya. Sayangnya, Walgreens tidak mengubah bisnisnya untuk melawan Amazon dan menerima saja kekalahannya seperti dilaporkan oleh Wall Street Journal 7 Maret 2025 lalu.
Berbeda dengan Walgreen, Walmart tidak mau menyerah kalah dan melawan Amazon. Dalam upayanya ini, Walmart mengalami jatuh bangunnya untuk bisa bersaing dengan Amazon. Dimulai tahun 2014 dimana Walmart menawarkan pembelian online dan pelanggan bisa mengambil langsung di toko Walmart terdekat. Upaya ini terbukti berhasil dan banyak pelanggan menggunakan jasa ini, juga Walmart bisa meningkatkan keuntungannya. Tahun 2016, Walmart bekerja sama dengan Uber dan Lyft (sejenis Gojek di Indonesia) agar keduanya bisa mengambil barang belanjaan di gerai Walmart dan mengirim ke pelanggan. Ternyata kerjasama ini menjadi kompleks dan mahal bagi Walmart dan perusahaan-perusahaan yang mengantarkan barang. Sampai akhirnya Walmart membuat sistem aplikasi sendiri yang diberi nama “Spark”. Sistem ini menawarkan kepada siapa saja untuk bisa mengambil barang di gerai dan mengirimkan ke pelanggan. Walmart membuat perusahaan “gojek” sendiri. Seperti halnya perusahaan “digital start up”, Spark mengurangi keuntungan Walmart karena harus “membakar uang” di depan. Tapi eksekutif Wallmart maju terus dengan rencananya. Dua tahun lalu layanan Spark “pengiriman di hari yang sama” mencakup 76% keluarga di AS. Sekarang Wallmart bisa mencakup 93% keluarga di AS. Dari kota yang mempunyai populasi hanya 815 jiwa sampai 12.000 jiwa.
Walmart juga meningkatkan kemampuan aplikasi Sparknya dengan memetakan daerah yang macet, sehingga bahan makanan tidak keburu basi atau layu. Dengan kemampuan ini, Walmart bisa meningkatkan pengiriman lebih efisien daripada hanya berbasis kode pos saja.
Transisi menuju pengiriman on-line ini memang “berdarah-darah” untuk Wallmart. Walmart pernah membayar $3,3 milyar ke perusahaan pengiriman dan kemudian perusahaan tersebut tutup 2 tahun kemudian. Walmart masih menggunakan Uber tapi 80% layanan menggunakan aplikasi Spark miliknya sendiri. Tahun 2024, Walmart mengirim 5 milyar barang dalam “pengiriman di hari yang sama” atau dua kali lipat dibanding di tahun 2023. Barang yang dikirim melalui Spark sereceh misalnya telur, daging dan susu.
Menurut John Furner, CEO Walmart, beberapa tahun yang lalu tidak terbayangkan bahwa Walmart bisa sesukses sekarang dalam mengirimkan barang ke pelanggan sebanyak itu. Harga barang yang dikirim sama dengan bila pelanggan membeli langsung di Walmart. Kok bisa? Walmart bisa menekan biaya karena skala penjualan yang sangat besar.
Walaupun kalah jauh dari Amazon dalam persaingan bisnis pengiriman (Amazon menguasai 41% dan Walmart hanya 9% pasar di AS) tapi nilai penjualan Walmart tidak jauh berbeda dengan Amazon. Walmart membukukan penjualan $681 milyar dan Amazon $638 milyar ditahun 2024. Juga kinerja saham Wallmart melebihi kinerja saham dengan Amazon, seperti dikutip dari Wall Street Journal 7 Maret, 2025.
Hal yang bisa kita belajar dari sini adalah dalam berbisnis, kita punya pilihan untuk santai-santai tidak melakukan inovasi sampai kemudian pesaing menggerogoti penjualan kita, atau terus berjuang melakukan yang terbaik untuk meningkatkan layanan kepada pelanggan.
Anda pilih yang mana?
Eko Nugroho
Leadership Mentor The Avalon Consulting