Siapa pun yang bergabung dalam kelas-kelas yang diselenggarakan oleh The Avalon Consulting, pada dasarnya sedang dibantu dan dibimbing untuk mengalami transformasi agar menjadi ksatria dengan karakter agung. Dengan menjadi ksatria yang memiliki karakter agung ini, maka kita semua akan menjadi pemimpin yang menggerakkan perubahan untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Apa saja karakter yang harus dimiliki seorang Ksatria Avalon?
1. Setia Penuh pada Tuhan Yang Maha Esa
Karakter kesetiaan penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mewujud sebagai penuntun Agung di dalam diri dan kita juluki sebagai Diri Sejati. Dalam pertemuan kelas Avalon, Chairman sekaligus Guru Spiritual Setyo Hajar Dewantoro (SHD), telah membahas bahwa pada diri kita ada banyak dorongan-dorongan kehendak. Kehendak tersebut ada yang berupa dorongan ego, ada pula yang merupakan tuntunan dari Tuhan, Sang Sumber Kasih Murni di dalam diri.
Laku keheningan, atau sikap hidup yang berkesadaran (mindfulness), akan membuat kita bisa sepenuhnya mengerti apa kehendak dari Diri Sejati, dan bagaimana bedanya dengan kehendak ego. Laku keheningan akan membuat kita terampil mengenali saat muncul dorongan untuk melakukan atau mengatakan sesuatu. Kita bisa membedakan dengan jelas apakah dorongan tersebut berasal dari ego atau Diri Sejati.
Sikap Ksatria yang Agung nyata setia total mengikuti sepenuhnya apa pun yang merupakan dorongan kehendak dari Gusti. Segala titah dari Gusti ini diterima sepenuhnya, tanpa negosiasi dan penyangkalan, meski kadang-kadang tidak masuk akal, baik akal yang dibentuk dari pengalaman maupun pembelajaran hidup kita.
Seorang Ksatria yang Agung akan siap mengambil resiko apa pun bentuknya, jika itu memang titah dari Diri Sejati. Dalam kasus-kasus tertentu, Tuhan Yang Maha Esa membuat kita harus berani mengambil resiko kehilangan sesuatu yang dianggap berharga oleh diri kita. Ksatria yang punya karakter Agung sebagaimana jajaran ksatria yang mendampingi King Arthur dan Merlin mempunyai sikap dasar setia penuh kepada Gusti. Karakter ini termasuk kesediaan berkorban ketika Gusti sudah menitahkan berkorban apa pun, baik uang, waktu, bahkan nyawa kita.
The Avalon Consulting tidak hanya mengajarkan sebuah teori, tetapi sungguh-sungguh harus dipraktikkan dalam keseharian. Nilai tertinggi atau prinsip paling Agung dalam hidup seorang ksatria adalah sepenuhnya setia kepada titah dari Gusti dalam keseharian. Lewat keheningan, jelas kita bisa mengetahui apa titah Gusti di dalam setiap momen kehidupan kita dan jangan ada keengganan untuk menjalankan titah itu. Apa pun itu dijalani dengan sepenuh hati dan jika ada resiko, maka resiko tersebut kita tanggung dan terima.
”KESETIAAN pada Gusti dan kesediaan BERKORBAN dengan segala hal yang kita miliki merupakan KARAKTER DASAR yang harus dimiliki oleh KSATRIA.”
2. Jujur pada Diri Sendiri
Jujur membuat kita tahu kebenaran. Jangan suka membohongi diri dengan mengabaikan kebenaran yang muncul dari relung hati kita. Jangan pula suka melakukan pencitraan untuk dipuji orang, sementara realitas kita tidak sama dengan hal itu.
Mengapa kita harus jujur pada diri sendiri?
Kejujuran pada diri sendiri adalah satu-satunya kejujuran yang mutlak harus kita miliki. Kepada orang lain kita masih bisa tidak jujur dan dalam kasus tertentu itu bisa dibenarkan, misalnya ketika kita berhadapan dengan orang yang tidak siap menerima kebenaran, maka kita jangan jujur. Tetapi, ketidakjujuran bukan datang dari niatan yang buruk. Ini semata-mata ketidakjujuran yang terpaksa kita lakukan untuk mengimbangi kualitas kesadaran diri orang-orang tertentu, yang tidak siap menerima kebenaran sebagaimana adanya. Tetapi, kejujuran pada diri sendiri itu tidak bisa kita diskon sedikit pun. Kejujuran pada diri harus 100% dan tidak ada toleransi. Jangan pernah tidak jujur pada diri sendiri dalam skala apa pun. Sekali kita tidak jujur pada diri sendiri, kita pasti akan terjatuh.
3. Rendah Hati
Hal lain yang perlu kita mengerti adalah rendah hati. Lawan dari sikap rendah hati adalah kesombongan. Kesombongan bisa muncul karena kita rajin berprasangka. Saat kita tidak hening, kita banyak menyangka diri kita begini dan begitu, sekaligus menyangka orang lain begini dan begitu. Itulah sebetulnya akar dari kesombongan. Dalam penelusuran yang lebih mendalam kita juga akan bisa mengerti bahwa sikap ini adalah wujud dari kerendahdirian.
Jadi harus dipahami bahwa kita harus rendah hati, tetapi bukan rendah diri. Rendah diri juga bermula dari prasangka, menganggap diri ini tidak berharga, menganggap diri ini nista, sebagai wujud prasangka kita. Orang rendah hati menyadari keilahian dirinya sekaligus menyadari keilahian dari orang lain. Orang rendah hati juga hidup di dalam kasih yang murni, dan tanpa prasangka. Mereka menjalankan segalanya dengan mengikuti alur Semesta yang dituntunkan oleh relung hati.
Perlu dipahami bahwa rendah hati berbeda dengan rendah diri. Rendah diri sama-sama muncul dari prasangka, tetapi ada di spektrum yang berbeda dengan kesombongan. Terkadang orang menutupi rasa rendah dirinya dengan sombong. Agar tidak rendah diri dan tidak sombong, jangan membiasakan diri melamun. Heninglah, dan bebaskan diri dari segala prasangka. Kita hanya sibuk menikmati kasih yang paling murni dalam setiap tarikan dan hembusan nafas. Kita sibuk bersyukur dengan segala anugerah yang nyata, sibuk bersyukur dengan keilahian yang ditanamkan di dalam diri kita.
“Semua SIKAP MULIA sewajarnya ada pada siapa pun yang hidup dengan KASIH MURNI.”
Dari penjelasan di atas, sudahkah karakter tersebut ada dalam diri Anda? Dengan mengasah kemampuan kepemimpinan sehari-hari dan belajar mempraktikkan hening, maka karakter-karakter tersebut dapat kita tumbuhkan.
Bagi Anda yang siap bertransformasi untuk menjadi pemimpin ksatria, ikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan The Avalon Consulting dan update wawasan kepemimpinan Anda melalui konten-konten The Avalon Consulting yang dapat diakses di sini.