Lulus dari Teknik Arsitektur UGM, Niniek Febriany mengaplikasikan ilmunya dengan mendirikan konsultan arsitektur bernama Videshiiya Studio pada tahun 2011. Tak hanya itu, pengalaman tak terlupakan semasa KKN di kaki Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat menginspirasinya bersama teman-teman untuk mendirikan Book for Mountain yang berfokus pada program mendirikan perpustakaan bagi anak-anak SD dan SMP.
“Sejak 2010 kami mendirikan 44 perpustakaan dan karena perjalanan kami di Book for Mountain, kami belajar sangat banyak tentang bagaimana Indonesia itu sangatlah beragam, padahal sistem pendidikan kita dan konten pendidikan kita itu sangatlah seragam. Karena itu di 2017 hingga 2019 kami berinisiatif untuk membuat buku cerita anak kontekstual di mana buku tersebut sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari anak-anak di kaki gunung maupun di daerah terpencil lainnya. Hingga saat ini kami sudah membuat 9 buku cerita anak kontekstual dan menyebarkannya ke 600 perpustakaan di seluruh Indonesia,” kata Niniek. Untuk kiprahnya dengan Book for Mountain ini, Niniek sudah sering diundang media untuk berbagi inspirasi dan bahkan mendapatkan beberapa penghargaan.
Tak berhenti disitu, di 2017 Niniek mendirikan sebuah perusahaan Fast Moving Consumer Good (FMCG) bersama teman-temannya dari yang skala home industry hingga bisa naik kelas menjadi manufacturing dan produknya tersebar 600.000 outlet di seluruh Indonesia. Namun dalam perjalanannya, kebijakan perusahaan agak bergeser sehingga tidak sesuai lagi dengan idealismenya, dan Niniek memilih mundur di tahun 2021. Niniek kemudian mendirikan Sadabhumi dengan misi usaha yang tidak hanya menyehatkan masyarakat melalui konsumsi jamu, tapi juga menyehatkan kesejahteraan hidup petani dan juga Ibu Bumi.
Menjadi pemimpin di beberapa lembaga sekaligus di usia muda tentulah banyak tantangannya. Namun Niniek yang asli Makassar Sulawesi Selatan, telah ditempa pengalaman sejak usia 16 tahun ketika pindah ke Jogja. Di Jogja ini ia mulai bekerja serabutan untuk memenuhi uang jajan yang tidak disediakan orang tuanya. Dari pengalaman kerja di EO, menjadi surveyor telah mengajarkannya kemampuan mengorganize sejak dini. “Ternyata ketika memimpin saya harus mencoba dulu apa yang anak buah nanti lakukan sehingga saya bisa memberi contoh bagaimana hal itu bisa mereka lakukan, dengan berikut tips dan triknya,” kata Niniek yang juga berpengalaman bekerja di Tokyo, Singapura dan Paris ini.
Belajar Fleksibel dan Rendah Hati
Pengalaman otentik yang dijalaninya menjadi modal utama dalam memimpin ini, dimana hal ini sejalan dengan pembelajaran kepemimpinan yang kemudian Niniek ikuti di kelas Avalon Leadership Online Course (ALOC) Batch 3, yang diselenggarakan oleh The Avalon Consulting. Sebagai lembaga kepemimpinan dengan landasan spiritual, program-program pembelajaran di Avalon memang salah satunya menekankan mengenai pentingnya pengalaman otentik dan bukan teori, serta menjadi pemimpin yang memberikan teladan bagi anak buahnya, dan bukan hanya bisa memerintah.
Di program ALOC ini juga Niniek mendapatkan materi-materi kepemimpinan yang dirasakannya relevan dengan pekerjaannya sehari-hari mengelola tiga lembaga ini. Salah satunya adalah soal fleksibilitas antara memimpin dengan ketegasan tapi juga kelembutan, terutama kepada anak buah yang secara usia lebih tua.
“Disini saya belajar lagi bahwa kita perlu fleksibel untuk switching dari tegas ke lembut itu benar sekali untuk diterapkan. Jadi bagaimana sebenarnya kita mengambil hatinya tapi di satu sisi tegas kepada tim kita yang lebih tua ini, Tentu saja saya tetap tegas ketika KPI atau performanya tidak baik. Tapi di satu titik ketika memang diluar hal-hal profesional saya akan kembali menjadi Niniek yang seperti biasanya, teman bagi dia,” ujar Niniek.
Fleksibilitas kedua yang dipelajari Niniek dari program ALOC adalah soal manajemen waktu agar tidak tumpang tindih. Ia belajar untuk memutuskan dalam hening pekerjaan apa, dan hal yang harus kita kerjakan dulu hari ini, praktik yang sedang diupayakannya sehari-sehari.
Selain itu yang paling mengena untuk Niniek dari proses pembelajaran 12 sesi program ALOC 3 adalah soal kerendahan hati. “Kita sebagai pemimpin harus rendah hati, bahwa semua orang itu punya Keilahian di dalam diri, bahwa tidak hanya saya yang ada di dunia ini tapi juga teman saya yang lain itu juga punya kemampuan dan potensi yang bisa kita gali bersama untuk mewujudkan visi kita di pos masing-masing dengan perannya. Hal itu yang saya pegang terus, tidak memutuskan hanya untuk diriku tapi untuk semua orang,” kata Niniek.