Skip to main content

Avalon Leadership Online Course (ALOC)  9 menjadi kelas ALOC ke-4  di mana saya mendapatkan jatah peran menjadi mentor. Kali ini seru banget karena topik yang dipilih menjadi tema kelas mentoring mengikuti value Avalon. Awalnya sudah merasa sangat mantap mengambil topik Determination atau Ketetapan Hati,  karena memang merasa paling lemah di bagian Determination  ini dengan  kedisiplinan yang memble, masih plintat-plintut, tidak firm and strong. Akibat kesalahan prosedur kerja diawal, ternyata saya harus berganti topik, akhirnya value Integrity yang saya pilih. Rupanya di balik kekeliruan yang tak disengaja itu, memang saya sangat membutuhkan pembelajaran tentang Integrity atau integritas. Integrity is not something you show others, it is how you behave behind them. Nah nampol banget deh.

Sepanjang kurang lebih tiga bulan program ALOC, saya berupaya untuk menghayati dan latihan menerapkan value/ karakter ini. Memang kalau mengampu peran mentor di Avalon tuh sungguh unik – justru mentornya yang mesti belajar duluan tentang apa yang diajarkan. Secara otentik pun merasakan, bagaimana tanpa saya-nya yang menerapkan di dalam keseharian, maka saya kayak kehilangan daya/ power untuk mengampu kelas. Seperti akan bicara omong kosong tanpa ada keotentikan = kepalsuan — di mana integritasnya?

Dalam tiga bulan mengampu kelas, saya semacam berada dalam kondisi yang tak boleh kendor, tak bisa kabur, serasa dikondisikan untuk walk the talk — memang sesuatu yang saya butuhkan. Kalau tidak dibuat terkondisikan ‘harus’ maka hobi carles atau cari alasan, dan on-off seenak udel pasti merajalela. Jadi mentoring kali ini terasa benar-benar menjadi koridor tegas bagi saya untuk take ownership and accountability of my role.

Di kesempatan mentoring kali ini, rasanya saya sudah lebih berkurang perilaku ngadi-ngadi (mengada-ngada), seperti yang saya alami saat mentoring ALOC 8 . Pada saat itu salah satu pembelajaran terbesar saya adalah suka insecure hingga berupaya bernavigasi untuk mengada-ngada, mencitra diri supaya tidak kelihatan sisi buruknya. Kali ini saya lebih bisa menikmati, bisa lebih jadi diri sendiri walaupun belum totalitas. Masih nyata banget terasa kadang ada rasa tidak percaya diri muncul – khawatir tidak bisa menggali dan memberikan tanggapan yang pas untuk para peserta. 

Di ALOC 9 ini, saya lanjut belajar untuk pasrah, otentik, dan nggak ngadi-ngadi. Salah satu bentuk upaya otentik pasrah adalah saat belum tahu mau memberikan PR apa, maka di kelas saya sampaikan bahwa saya masih belum tahu mau memberikan PR apa saat itu (PR menyusul). Awalnya masih khawatir terkesan bodoh dan dipersepsi tidak well-prepared, tapi belajar untuk pasrah dan nggak cemen, belajar untuk menghadapi konsekuensi ketidakmampuan saya untuk mendeteksi/ menentukan mau memberikan PR apa untuk pertemuan berikutnya. Nah, tapi ini sempat saya manipulasi juga, yaitu saat jadi malah semi-kelupaan memberikan PR, akhirnya beberapa kali mepet dan malah menimbulkan ketidaknyamanan bagi para peserta. 

Cerita lain, saat saya merasa topik tentang akuntabilitas itu belum cukup dibahas, saya tergerak untuk mengulang lagi minggu depannya, tapi di otak muncul kalkulasi “loh kan sudah menjadi topik bahasan minggu lalu, kenapa diulang?”, mencoba untuk menuruti ‘roso’, jadi saya ambil keputusan untuk mengulang topiknya lagi. Rupanya memang para peserta perlu topik ini untuk diulang atau dibahas lagi, karena para peserta pun belum benar-benar meresapi topik tersebut. “Ahhh – tu kann udah dibilang nggak usah ngadi-ngadi tapi flowing aja, eh masih suka ngeyel dan sok pinter ya.”

Sebagai peserta, tiga bulan ALOC 9 itu benar-benar menjadi momen saya belajar tentang berintegritas – mencopot topeng and walk the talk. Somehow I love this batch more than ever. Kelas ALOC yang secara nyata paling blending well, paling menopang pembelajaran saya dalam menginternalisasi karakter. Dan somehow, topik di kelas itu juga relate dengan kejadian-kejadian dalam hidup saya, rasanya semua menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebagai contoh,  saat saya mengangkat topik tentang ketakutan, saat itu saya memang sedang menghadapi ketakutan besar dalam hidup.

Saat diumumkan bahwa ALOC tidak berjeda, tapi langsung berlanjut ke program Unlock your Sigma Potentials (USP) dengan durasi 24 kali dalam 24 minggu, respon spontan adalah “apaaa…?” Ada rasa ingin istirahat sebentar barang satu-dua minggu. Nah di sini saya kembali tersadarkan bahwa saya belum benar-benar menjalani peran mentor dengan mengalir, apa adanya, masih mode bertahan, mode sibuk perlu pencitraan sehingga tidak seutuhnya losdol. Padahal saya hanya mengampu kelas mentoring, bukan kelas utama yang materinya lebih berat.

Baiklah, mencopot topeng pencitraan dan menjadi diri yang apa adanya ini memang perlu sekian batch program belajar intensif, sekian tahun peran Leader, sekian batch peran sebagai mentor ALOC, saking tebalnya. Setelah berefleksi dan direnungkan dalam meditasi/ hening, baru kemudian saya setuju bahwa program belajar memang harus dilanjutkan langsung tanpa jeda. Proses internalisasi karakter yang sudah berjalan tiga bulan, memang sudah seharusnya langsung dilanjut supaya momentum-nya tidak hilang dan melempem kembali. 

Oke siap belajar lagi di USP dengan mengampu kelas mentoring bertajuk konsistensi. Siap lanjut bertumbuh di USP 1 – berkonsistensi dengan Integritas yang mulai dipupuk sepanjang ALOC 9.

 

Ariyanti Dragona
Mentor Kelas Integrity Avalon Leadership Online Course (ALOC) 9