Skip to main content

Dua minggu yang lalu saya berkesempatan berpartisipasi dalam workshop offline Avalon yang diselenggarakan di Jakarta, 26 Mei 2024. Workshop Avalon memang tidak pernah kaleng-kaleng, selalu ada kejutan berupa penemuan terhadap diri sendiri yang sebenar-benarnya yang selama ini tersimpan rapi. Kali ini, saya menemukan bahwa saya memiliki Fixed Mindset. Hal ini sangat mengejutkan bagi saya, sampai ternganga tidak percaya. Hendak saya sangkal namun saat benar-benar berendah hati berefleksi ke dalam melihat realita diri – demikianlah adanya.

Bermula dari salah satu topik bahasan di sesi pertama saat coach Avalon, Eko Nugroho menjelaskan mengenai “Fixed Mindset dan Growth Mindset”. Saat melihat gambar yang ditunjukkan, immediate response saya adalah “Ah, udah tau tentang ini. Saya pastinya growth mindset dong (sombong).” Lalu saya baca satu per satu ciri-ciri kualitas-kualitas karakter masing-masing mindset (pola pikir) tersebut. “Loh loh lohh.. Kok saya lebih ke fixed mindset?!” Saya kaget dan tidak percaya. Saya baca lagi dengan lebih mendetail – loh kok ya tetap masuk ke kategori Fixed Mindset?

Saking kagetnya, perlu waktu beberapa saat bagi saya untuk mencerna, sampai sesi 1 berakhir untuk sambil merenungi, apa yang terjadi dengan saya? Apabila saya ditanya 5 – 10 tahun yang lalu saat saya masih bekerja di korporasi, saya bisa dengan yakin menjawab bahwa saya masuk dalam kategori Growth Mindset, tapi mengapa sekarang kok malah mengalami kemunduran? Ada rasa tidak terima, bagaimana mungkin dengan kiprah karir saya selama ini saya memiliki Fixed Mindset?

Setelahnya baru saya pahami, bahwa senyatanya diri saya yang sebenarnya memanglah memiliki Fixed Mindset. Terbukti dari pola perilaku saya yang sangat terpatok pada hasil (fokus pada pengakuan diri), baper saat diberi kritik atau umpan balik, sulit menerima kegagalan dengan merasa kecewa berkepanjangan dan sulit move-on, saya juga insecure dengan keberhasilan orang lain.

Growth Mindset Semu

Penemuan ini kemudian saya konsultasikan pada coach Eko Nugroho dan Keisari Pieta atau yang biasa disapa Mbak Ay,  saya sampaikan bahwa dulu itu saya memang punya Growth Mindset, tapi ‘bensin-nya’ adalah ambisi dan obsesi. Ambisi dan obsesi saya yang begitu kuat untuk membuktikan kepada dunia bahwa saya mampu menjadi ‘bensin’ sehingga saya memiliki Growth Mindset, namun Growth Mindset-nya semu. Saat menuliskan tulisan ini, saya kembali berefleksi, loh rupanya minggu lalu saya pun masih denial – masih kekeuh kalau dulu saya punya Growth Mindset, masih belum legowo menerima bahwa sedari dulu saya memang Fixed Mindset. Terbukti dulu juga berambisi dan berobsesi sama hasil dan mencari pengakuan diri, dan itu ciri-ciri Fixed Mindset.

Karena Growth Mindset itu berfokus pada proses bukan pada hasil, jadi kalau memang dulu saya punya Growth Mindset, maka saya seharusnya tidak punya ambisi dan obsesi pada hasil dan pengakuan diri. Rupanya pandangan bahwa saya memiliki Growth Mindset itu hanya sebuah ilusi.

Sejujurnya tidak mudah menerima dan mengakui bahwa saya memiliki Fixed Mindset. Rasanya ‘nano-nano’; di satu sisi ego dan citra diri meronta, tapi di sisi lain realita diri ini tidak bisa ditutupi. Perjalanan mengikuti kelas-kelas Avalon memang selalu mencabik ego dan membongkar ilusi. Namun, dengan jalan inilah realita diri dapat terbongkar dan menjadi pintu gerbang transformasi diri. Kuncinya lagi-lagi hanya 1 – yaitu kerendahan hati untuk mau menjadi netral, lalu membuka diri dan melihat diri apa adanya tanpa topeng pencitraan.

Terima kasih Avalon yang kembali telah berhasil mencongkel lapisan ilusi dan ego saya. Siap bertransformasi menjadi pribadi yang senyatanya memiliki Growth Mindset.

 

Ariyanti Dragona