People Development alias pengembangan SDM di setiap korporasi besar adalah wajib. Disediakan anggaran, bahkan di perusahaan-perusahaan besar dibuatkan divisi sendiri secara khusus, bukan sekedar tim dibawah HR.
Namun seringkali dana yang digelontorkan cukup besar untuk people development itu, tidak berdampak pada transformasi atau peningkatan kapasitas yang sesungguhnya. Mengapa itu terjadi?
Eko Nugroho, coach Avalon Consulting yang berpengalaman selama 28 tahun di perusahaan multinasional pertambangan Freeport Indonesia, dengan jabatan terakhir sebelum purna tugas adalah VP Learning and Organizational Development, membagikan pengalaman dan catatannya berikut ini:
Fakta 1: People Development = How To
Pengalaman pribadi saya menerapkan “people development” di korporasi yang ditekankan adalah “how to” bukan membongkar “how I perceive it”. Lebih fokus bagaimana cara-cara yang bisa dilakukan untuk pengembangan karyawan, tapi tidak dibongkar bahwa ini berarti pemimpin harus selesai dengan dirinya. Kenapa pemimpin yang selesai dengan dirinya penting?
Bagaimana bisa sepenuh hati melakukan pengembangan karyawan?
Bila kita sendiri masih enggan digantikan, masih merasa enak di posisi saat ini, atau masih terasa terancam dengan subordinate (anak buah) yang pintar. Apalagi bila pejabat yang posisi paling tinggi juga sama, tidak mau diganti. Karena “membeli” jabatan ini kan mahal, kenapa buru-buru?
Fakta 2: People Development Hanya Penggugur Kewajiban
Hasilnya adalah program pengembangan karyawan yang hanya “menggugurkan kewajiban”. Pokoknya ada laporan untuk disampaikan kepada pemimpin lebih tinggi, dan bukan dari ketulusan dari dalam diri benar-benar ingin menciptakan pemimpin-pemimpin baru, demi tujuan organisasi yang lebih besar.
Fakta 3: Hasil Evaluasi 360 degree Tidak Menjamin Pemimpin Berkualitas Baik
Evaluasi 360 degree adalah upaya untuk secara tepat melakukan assessment (penilaian) atas faktor-faktor seperti culture (seberapa sesuai dengan budaya perusahaan), character, competence, communication style, determination, self motivation. Karena namanya 360 degree maka evaluasi dilakukan oleh subordinates, atasan dan peers. Untuk menghasilkan assesment yang akurat bahkan ada yang menggunakan neuro science dengan melihat gelombang otak yang relatif lebih netral dibanding hal-hal yang terlihat karyawan dalam keseharian.
Namun faktanya kita semua tahu, banyak pemimpin yang evaluasinya bagus tapi begitu “in-charge” (menjabat) malah manipulatif dan jadi koruptor. Mengapa? Sebabnya bisa macam-macam. Salah satunya adalah “inner child”. Kemiskinan yang dialami masa kecil menimbulkan sifat obsesif ingin cepat kaya. Sebagai karyawan yang baru mungkin ini hal yang biasa. Tapi bila luka ini tidak disembuhkan, ketika ada kesempatan orang ini menjabat, maka dia akan melihat kesempatan apa yang bisa “membuktikan dirinya bahwa saya bisa kaya”. Sikut kanan kiri bahkan korupsi, apalagi bila lingkungan kerja mendukung praktek ini, menjadi sesuai yang nampak biasa.
Untuk itulah Avalon Consulting menekankan pentingnya pemimpin yang dimulai dengan memimpin dirinya sendiri. Seorang individu yang sudah berdamai dengan inner childnya, dan bisa menjalankan peran kepemimpinannya dengan totalitas dan ketulusan untuk mewujudkan misi visi organisasi.