Skip to main content

Sering kita dibuat bingung tentang dua istilah ini. Apa beda keduanya? Kenapa ada jurusan manajemen di Fakultas Ekonomi/Bisnis, tapi tidak ada jurusan Kepemimpinan? Program S2 juga mendapat gelar MM (Magister Manajemen) tapi tidak ada yang mendapat gelar MK (Magister Kepemimpinan). Atau orang sering mengatakan, negara kita ini sedang krisis kepemimpinan tapi jarang yang bilang kita mengalami krisis manajemen. Jadi apa beda keduanya?

Banyak pakar yang mencoba membedakan keduanya lebih dalam. Tapi mari kita membedakannya dengan yang mendasar saja. Untuk memudahkan, pelaku kepemimpinan kita sebut sebagai pemimpin dan pelaku manajemen adalah manajer.

  • Pemimpin menentukan misi dan visi sebuah organisasi. Manajer melakukan upaya untuk melakukan eksekusi menuju misi dan visi tersebut, melalui perencanaan, baik operasi maupun keuangan, menentukan struktur organisasi dan menempatkan orang di posisi yang tepat.

Kata kuncinya adalah pemimpin yang menentukan arah perusahaan dan eksekusinya diserahkan ke manajer. Sehingga dalam manajemen dikenal istilah POAC (planning, organizing, actuating, controlling). Ibarat kita menaiki tangga: manajer memastikan agar tim bisa menaiki tangga dan pemimpin memastikan bahwa tangga tersebut disandarkan pada dinding yang tepat. Kalau di Pusaka Indonesia, Ketua Umum yang menentukan misi dan visi organisasi dan kemudian dieksekusi oleh Sekjen/Wasekjen melalui yang disebut “Manajemen Matahari”.

  • Pemimpin fokus pada penyelarasan organisasi dengan tujuannya (memastikan tidak melenceng dari tujuan), memberi inspirasi, serta mempengaruhi orang-orang dalam organisasi. Manajer fokus menjabarkan visi dan misi menjadi tujuan yang lebih detail dan mempunyai jangka waktu lebih pendek serta mengorganisasikan sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya.

Dengan kemampuan “helicopter view” (melihat dari jarak tertentu), seorang pemimpin akan tahu bila organisasi sudah mulai melenceng dari tujuan semula. Tugas pemimpin adalah memastikan bahwa orang-orang dalam organisasi kembali terinspirasi (tersentuh) dan memberi pengaruh untuk kembali ke “jalan yang benar”. Termasuk mengingatkan manajer bila arah manajer tidak sesuai dengan misi dan visi awal organisasi. Manajer kemudian melakukan perubahan yang diperlukan sesuai dengan arah organisasi yang benar.

  • Pemimpin lebih sering bertanya tentang “what” dan “why” (apa dan kenapa). Bila ada masalah pemimpin akan fokus pada “apa” yang bisa dipelajari dari masalah tersebut dan “bagaimana” memperbaikinya. Manajer akan cenderung bertanya tentang “how” dan “when” (bagaimana dan kapan). Karena fokusnya adalah eksekusi, maka manajer menitikberatkan bagaimana mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan kapan dapat tercapai.
  • Terakhir adalah posisi dan kualitas. Manajer lebih cenderung mengacu kepada jabatan tertentu yang mempunyai uraian jabatan tertentu (job description). Sedang pemimpin, definisinya lebih samar. Seseorang disebut pemimpin lebih kepada aksi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam memberikan inspirasi kepada orang lain untuk menjadi versi terbaiknya, tidak penting jabatannya apa. 

Dalam praktiknya, keduanya memang tidak bisa secara kaku dipisahkan. Seorang pemimpin sering juga seorang manajer yang handal. Seorang manajer yang handal dalam melakukan eksekusi sebuah rencana, juga bisa sekaligus memberikan inspirasi kepada bawahan untuk melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Seorang manajer tidak semata-mata hanya mengeksekusi rencana menuju misi dan visi tapi juga bisa juga memiliki “helicopter view” untuk memastikan arah organisasi tidak melenceng.

Dengan penjelasan di atas, kita bisa menjawab pertanyaan kedua dengan mudah. Kenapa dikatakan negara kita mengalami krisis kepemimpinan dan bukan krisis manajemen? Karena negara ini membutuhkan satu atau beberapa pemimpin yang waras dan memberikan teladan yang baik, agar manajer-manajer di lapangan dapat melakukan eksekusi sesuai misi dan visi pemimpin. Pemimpin yang buruk akan menciptakan manajer yang buruk juga. Tapi manajer yang buruk bisa diganti oleh pemimpin waras dan selesai dengan dirinya sendiri.

Bagaimana dengan pertanyaan pertama? Kenapa kok tidak ada sekolah jurusan kepemimpinan di fakultas ekonomi/bisnis? 

Mungkin di dunia ini perlu lebih banyak manajer dibanding pemimpin, kan hanya satu atau beberapa orang yang menentukan arah organisasi dan banyak manajer untuk melakukan eksekusi, jadi kalau membuka sekolah jurusan kepemimpinan mungkin tidak laku. Atau mengajar kepemimpinan lebih sulit karena menyangkut kualitas seseorang sedang mengajar manajemen bisa lebih mudah karena banyak teorinya? Karena ada yang bilang: pemimpin tidak diciptakan di ruang kelas, jadi tidak mudah diajarkan dengan teori-teori. 

Atau ada yang bisa membantu saya menjelaskan kenapa tidak ada jurusan kepemimpinan di fakultas bisnis/ekonomi?

Yang pasti, The Avalon Consulting membuka kelas kepemimpinan yang tidak ada duanya di dunia. Tidak hanya mengajarkan teori, tapi pengajarnya memberikan contoh praktik keteladanan. Avalon tidak hanya mengajar teori saja, tapi praktik dalam keseharian agar peserta mendapat “tacit knowledge” untuk menjadi pemimpin atas dirinya sendiri.