Skip to main content

Ada pepatah terkenal tentang kekuasaan dan korupsi: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Kekuasaan cenderung untuk korup, kekuasaan absolut akan melakukan korupsi secara absolut (besar-besaran). Pepatah ini dibuat oleh Lord Acton (1834-1902) ketika pada tahun 1887 Acton menulis surat yang dikirimkan ke sahabatnya seorang uskup Anglikan. Sebelumnya, Acton pada tahun 1880 ditugaskan oleh Kerajaan Inggris untuk melakukan lobi ke Vatikan untuk membatalkan doktrin “infalibilitas” kepausan dalam Konsili Vatikan Pertama. Doktrin infalibilitas adalah doktrin yang menyatakan bahwa Paus tidak bisa salah. Lobby Acton gagal untuk membujuk Vatikan membatalkan doktrin ini. Acton tidak hanya melakukan kritik terhadap infalibilitas Paus, tapi juga atas kekuasaan raja/ratu yang mempunyai kekuasaan yang absolut. 

Pepatah di atas sebenarnya ada tambahannya: “Great men are almost always bad men” (Orang besar akan selalu juga menjadi orang jahat). Kalimat tambahan ini memang jarang didengar, karena memang Acton menegasikan adanya orang besar yang benar-benar tidak korupsi. Tapi paling tidak dengan melihat sejarah ini, kita bisa lebih memahami konteks di mana pepatah ini muncul. Acton menuliskan pepatah di atas berdasarkan pengamatan di sekitarnya. Mengamati lingkungan kerajaan Inggris dan lingkungan Katolik di mana dia dibesarkan. 

Adakah orang yang mempunyai kekuasaan besar tapi tidak korupsi dan bertindak untuk kepentingan rakyat dan negaranya? 

Tentu ada, kalau Acton hidup di jaman Majapahit dan bertemu Ratu Tribuana Tunggadewi dan Gajah Mada, mungkin akan berpendapat lain. 

Pada zaman sekarang, kita bisa melihat Presiden Rusia Vladimir Putin yang telah berkuasa relatif lama tapi tidak korupsi dan memegang amanah kekuasaan benar-benar untuk kepentingan rakyat dan negaranya. Memegang kekuasaan dalam jangka yang lama tidak selalu berarti buruk bagi sebuah negara. Bahkan dalam beberapa hal diperlukan pemegang kekuasaan yang lama untuk bisa memberikan kestabilan politik dan ekonomi dalam sebuah negara. Kita bisa melihat Tiongkok sebagai contoh lain. Politik Komunisme yang cenderung stabil mengantarkan Tiongkok menjadi salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia. 

Sejak kejatuhan Uni-Soviet, menurut Putin, dalam wawancara dengan Tucker Carlson, mengatakan bahwa Rusia bukan lagi negara komunis dan telah menjadi negara demokrasi yang juga kapitalis seperti halnya negara-negara Barat. Sepertinya yang membedakan adalah pembatasan jabatan presiden, di mana di negara Barat (termasuk Indonesia) dibatasi hanya 2 kali. Itu adalah pilihan konstitusi masing-masing negara. Sejatinya, kalau kita melihat UUD 45 yang asli juga tidak mengenal pembatasan masa presiden. 

Pembatasan jabatan presiden muncul dari asumsi bahwa semua pemimpin adalah seperti yang Acton sampaikan. Jika tidak dibatasi, maka akan cenderung korup. Belum lama kita mempunyai Presiden Suharto yang mirip dengan gambaran Acton. Di sisi lain, pembatasan kekuasaan juga akan membatasi seorang pemimpin yang baik untuk bisa membawa negara ini menjadi negara besar. Bila kita melihat candi-candi berdiri di Indonesia, didirikan tidak hanya 5-10 tahun, tapi berpuluh-puluh tahun setelah raja satu meninggal dan diganti raja berikutnya. Tanpa kestabilan politik dalam jangka yang relatif lama, kita tidak akan melihat adanya Candi Borobudur dan candi-candi lainnya. 

Terus apa hubungan politik, korupsi dan Kepemimpinan ala Avalon?

Kepemimpinan ala Avalon (Kepemimpinan Sigma) adalah kepemimpinan tentang Self Leadership (Memimpin Diri Sendiri), Seni memimpin yang tuntas dengan dirinya sendiri. Pemimpin seperti ini, diberi kekuasaan kecil atau besar tidak akan melakukan korupsi. Pemimpin yang telah selesai dengan dirinya sendiri telah terbebas dengan kemelekatan terhadap kekuasaan, uang bahkan godaan keluarga. Tentunya terbebas dari sisi-sisi gelapnya, baik itu luka batin, watak angkara, ilusi, jejak dosa, maupun kuasa kegelapan. 

Chairman The Avalon Consulting, Setyo Hajar Dewantoro (SHD), menjelaskan bagaimana mencapai tahap berhasil memimpin diri sendiri pada pembukaan Avalon Leadership Online Course (ALOC) batch 8 (5 Oktober 2024):

  • Bisa praktik hening
  • Tuntas memurnikan diri
  • Hidup dengan ketulusan dan kasih yang sempurna
  • Sadar talenta dan rancangan agungnya
  • Menjalankan peran dengan totalitas.

SHD juga menambahkan bahwa meditasi formal (medfor) itu penting, tapi juga tidak bisa dipisahkan dengan praktik yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tidak bisa dibenarkan kalau kita medfor ,tapi kita juga licik, manipulatif, dan mau menang sendiri. Medfor harus dicerminkan dalam perilaku yang harmoni. 

Menjadi pemimpin yang selesai dengan diri sendiri tidak bisa hanya dengan menghafal teori atau mengerti secara kognitif, tapi juga praktik dalam laku keseharian. ALOC (Avalon Leadership Online Course) batch 8 membantu pesertanya dengan intensif menjadi pemimpin yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Belum ikut? Yuk daftar mumpung baru mulai dan bergabung dengan 130+ peserta lainnya, silakan hubungi Irma +62 818-599-807