Dalam sebuah organisasi atau korporasi kepercayaan antara pimpinan dan karyawan dan sebaliknya sangatlah penting. Pemimpin harus percaya kepada yang dipimpin dan karyawan percaya kepada pimpinannya. Pemimpin percaya bahwa yang dipimpin akan melakukan tugas yang diberikan sebaik-baiknya dan sebaliknya yang dipimpin pun percaya bahwa pemimpinnya akan membawa organisasinya menuju visi/misi yang telah disepakati bersama.
Membangun kepercayaan di antara dua pihak tidak bisa dilakukan dalam semalam. Diperlukan jam terbang yang tidak sebentar. Peran pemimpin di sini menjadi dominan. Pemimpin harus bisa menjadi teladan bagi yang dipimpin, mempunyai integritas (apa yang dilakukan sama dengan yang diucapkan) dan menunjukkan ketulusannya dalam berbuat yang terbaik untuk organisasi dan manusia di dalam organisasinya. Sikap utama yang dilakukan oleh pemimpin ini akan menjadi dasar bagi yang dipimpin untuk mulai memupuk kepercayaan terhadap pemimpinnya dan organisasinya. Kepercayaan yang muncul ini akan memunculkan motivasi bagi karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Karyawan akan bekerja penuh semangat tanpa perlu diawasi dengan ketat, penuh kreativitas dan berkolaborasi dengan anggota tim lainnya (unlocking potensial – membuka kunci potensial yang selama ini tersembunyi).
Sayangnya idealitas seperti di atas tidak selalu terjadi. Baru-baru ini karyawan “blue collar” Boeing melakukan mogok kerja karena tuntutan kenaikan gaji yang diminta tidak diberikan oleh Boeing. Salah satu serikat buruh terbesar dengan anggota 33.000 orang mengatakan 96% setuju untuk mogok kerja (WSJ, 13 Sep 2024). Sampai tadi malam mogok kerja masih berlangsung. Karena produksi pesawat terhenti, diperkirakan Boeing merugi $500 juta per minggunya. Boeing juga sudah memutuskan untuk “merumahkan” (tanpa digaji) 50.000 ribu pekerja “white collar”-nya. Para eksekutifnya juga gajinya dipotong 25% (WSJ, 18 Sep 2024).
Apa yang dilakukan oleh serikat pekerja Boeing bukan keputusan yang tiba-tiba. Dis-trust (ketidakpercayaan) ini sudah berlangsung lama. Kekecewaan pekerja karena eksekutif Boeing lebih fokus pada keuntungan jangka pendek dibanding keselamatan kerja dan keselamatan pesawat yang dibuat terjadi sejak Boeing merger dengan McDonald Douglas pada tahun 1997. Kekecewaan karyawan juga semakin besar ketika Boeing mengurangi pensiun karyawan pada tahun 2008 dan memilih membangun pesawat Dreamliner 787 di lokasi yang tidak ada serikat pekerjanya. Sampai akhirnya Boeing harus mempunyai kasus hukum karena jatuhnya pesawat Lion Air, Ethiopian Air, dan lepasnya pintu pesawat Alaska Air di udara.
Upaya pemegang saham untuk mengganti pimpinan puncak tidak berhasil menenangkan karyawan. Walaupun Kelly Ortberg (CEO baru, 8 Aug 2024) memutuskan untuk berkantor di pabrik di Seattle dan tidak lagi di Chicago seperti CEO sebelumnya, Kelly tidak bisa membujuk hati pekerjanya (setelah merger, eksekutif Boeing memutuskan pindah dari Seattle agar “berjarak” dari produksi dan lebih “dekat” dengan Wall Street). Bukan hal mustahil bila pekerja berlogika bahwa, apa beda Kelly dengan CEO sebelumnya yang dipilih oleh pemegang saham yang fokus pada keuntungan jangka pendek dibanding kesejahteraan karyawan? Kenapa harus percaya Kelly?
Seperti yang saya sampaikan di atas, memupuk (menanam) kepercayaan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Seperti halnya membangun budaya perusahaan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat juga. Butuh proses interaksi yang intens agar kepercayaan antar pihak terjadi secara natural, tidak bisa disulap dalam semalam.
Sumber foto: shrm.org