Skip to main content

Tulisan tentang para taipan yang dikumpulkan di MIT juga sebenarnya menyingkap esensi yang lebih dasar. Kita perlu kaya dulu atau bahagia dulu? Fakta tersebut membuktikan bahwa ternyata menjadi sukses secara finansial tidak membuat para taipan tersebut bahagia (tidak merasa sukses dalam kasus taipan). Jadi apa yang harus kita lakukan?

Yuk kita simak beberapa paragraf dalam Buku Sigma Leadership (hal 259-260) yang membantu kita bagaimana seharusnya bersikap:

Saya juga selalu menegaskan bahwa kita, di jalan spiritual yang kita lalui itu memang punya tujuan menyajikan antara keberhasilan profesional dengan kebahagiaan, karena kita juga melihat secara nyata di luar sana banyak orang bisa berhasil secara profesional tapi tidak berbahagia. Ada yang dia kelelahan sendiri, ada yang dia ketika sampai di puncak karirnya malah sakit, tidak bisa menikmati sama sekali apa yang menjadi buah dari perjuangannya. Ketika ada dinamika dan turbulensi, hilanglah semua kebahagiaan dan kebanggaannya. Nah kita justru harus pertama kali itu tahu cara bahagia, sebelum kemudian kita benar-benar merealisasikan rancangan Agung di dalam kesuksesan profesional. Ini logika terbalik dengan apa yang ada di dunia modern.

Kalau logika di dunia modern sukses dulu baru bahagia, maka orang berburu, berlomba-lomba mengejar apa yang dianggap sebagai penanda kesuksesan hidup, sementara kita itu betul-betul diajari untuk bahagia pada saat ini dan di sini. Bahagia dulu dengan konsisten, maka dalam hidup ini akan ada banyak keajaiban. Keajaiban itu di antaranya elemennya adalah segala bentuk gerak Semesta yang membawa kita kepada keberhasilan secara profesional. Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa bahagia, sementara kita belum sukses. Lho? Memang untuk bahagia harus sukses seperti tadi yang kita pikirkan? Memangnya saat ini kita tidak punya alasan untuk bahagia?

Saat kita betul-betul menyadari nafas kita, kita tahu bahwa hidup ini sangat berharga dan selama kita masih bernafas, sudah cukup alasan bagi kita untuk bersyukur dan berbahagia. Dalam nafas ada energi kebahagiaan yang memancar dari relung hati kita. Tidak peduli apa yang terjadi di luar sana, dimungkinkan ada ledakan kebahagiaan yang muncul secara spontan. Kalau kita analisa kita akan bingung sendiri, kenapa kita bisa bahagia. Tapi itu fakta yang bisa kita alami secara otentik. Kalau Anda rajin hening menyadari nafas saat ini di sini dan Anda konsisten menjalankannya, tidak peduli ada tantangan dan dinamika apa pun di luar sana, tidak peduli dunia sedang diubah entah ke mana, kita tetap bisa ajeg, konsisten dalam bahagia.

Nah yang saya tegaskan tadi adalah kebahagiaan akan diiringi dengan energi keajaiban. Ada banyak keajaiban yang datang bersama orang yang selalu bersyukur, selalu ada di dalam kebahagiaan dalam menghadapi anugerah yang nyata, menyadari sumber kebahagiaan di dalam diri kita. Jadi saya ucapkan selamat buat siapa pun yang sudah bisa bahagia saat ini tidak peduli karirnya sedang ada di fase yang mana. Karir itu biasa, kalau kita mau penyesuaian, pasti ada yang namanya up and down. Umum kalau kita down dulu sebelum kita nanti up lagi. Nah, tapi ketika down kita tetap bisa bahagia itu baru keren, karena justru kita tetap bahagia saat kita down, kita punya peluang yang membentang untuk bisa semakin naik dan semakin bahagia.

Di Avalon kita diajarkan bukan teknik-teknik mencari kekayaan, keberhasilan karir atau mempengaruhi orang lain, tapi menjadi pemimpin yang bahagia karena telah selesai dengan dirinya sendiri.

 

Sumber foto: https://zatlog.com