Setiap manusia terlahir untuk menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi kelompok, bagi lingkungan, bagi organisasi, bagi bisnis, bagi negara dan bangsa. Maka kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma Leadership hadir sebagai filosofi pengembangan manusia untuk membentuk karakter Sigma, yaitu karakter pemimpin yang memberi dampak holistik dan permanen bagi kesehatan mental, jiwa dan raga. Apabila mempelajari beragam kategorisasi kepemimpinan, maka kepemimpinan berbasis kesadaran merupakan koridor keseimbangan yang mengutamakan keteladanan dan empowering, bertujuan untuk transformasi baik bagi individu, kelompok, organisasi maupun bisnis.
Sigma Conscious Leadership, (Kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma) yang dirumuskan oleh Setyo Hajar Dewantoro di tahun 2021, memiliki persamaan karakter dengan teori Servant Leadership (Kepemimpinan yang Melayani) yang dikembangkan oleh Robert Greenleaf, an AT&T executive and management researcher di tahun 1977, yaitu karakter kepemimpinan yang mengutamakan kepentingan bersama ketimbang kepentingan pribadi. Sigma Leadership juga memiliki persamaan karakter dengan Transformational Leadership (Kepemimpinan transformasional) yang dirumuskan oleh pak James MacGregor Burns di tahun 1978, yaitu karakter pemimpin yang menjadi inspirasi dan mengutamakan pemberdayaan untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara mengubah cara berpikir, keyakinan, dan perilaku. Begitu pula memiliki persamaan karakter dengan Pinnacle Leadership, yang dirumuskan oleh pak John Maxwell sebagai level tertinggi gaya kepemimpinan,. yaitu kepemimpinan berbasis keteladanan yang dapat mencetak pemimpin lainnya. Dan tidak jauh dari konsep ethical leadership (kepemimpinan etis) yang merupakan konsep gabungan yang dibangun oleh banyak ahli.
Kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma Leadership berfokus pada pengembangan dan pemberdayaan manusia, agar mampu menjalankan dan menghayati peran demi tercapainya tujuan paling tinggi sebagai kepentingan bersama, melampaui kepentingan pribadi. Dengan menata diri dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, konstruktif dan kolaboratif, maka Kepemimpinan Sigma mengutamakan perubahan positif, baik pada tingkat individu maupun organisasi.
Karakteristik Kepemimpinan Sigma, tertuang dalam value dan prinsip tata kelola Manajemen Matahari yang menjadi standar etika dan budaya kerja baik sebagai individu, kelompok, organisasi maupun bisnis. Ciri-ciri kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma adalah sebagai berikut:
- TELADAN.
Menjadi contoh yang menginspirasi, memotivasi dan mempengaruhi dengan keteladanan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Proses yang melibatkan peningkatan kesadaran dan perubahan mindset, sebagai bahan dasar trustworthiness atau kualitas individu yang dapat dipercaya dan diandalkan. - EMPOWER.
Pemberdayaan adalah bentuk pelayanan tertinggi bagi diri maupun anggota organisasi, untuk menciptakan transformasi dan peningkatan kinerja. Membuka ruang bagi kreativitas, inovasi, kecerdasan, pengembangan diri dan keahlian teknis yang dibutuhkan. - INTEGRITAS.
Berintegritas terhadap value dan tujuan tertinggi, melalui komunikasi yang efektif. Membangun pemahaman dan kecerdasan emosi, agar semua pihak menjadi adaptif dan fleksibel terhadap gerak perubahan. Menjaga stabilitas berjalannya value dan budaya kerja untuk mencapai misi dan visi tertinggi yang telah disepakati bersama. - KOLABORASI.
Mampu menciptakan budaya organisasi yang positif, inovatif, dan kolaboratif. Mendukung dan mendorong anggota tim untuk meningkatkan kerja sama dengan kualitas terbaik dan membangun rasa tanggung jawab sosial. - CLARITY
Memilki misi visi yang jelas, agung dan tidak mudah goyah oleh gerak perubahan, sehingga dapat menjadi pedoman yang kokoh bagi setiap langkah kegiatan. Menjunjung tinggi transparansi operasi dan komunikasi demi tercapainya tujuan bersama. - Equal, Diversity, Inclusive.
Semua pihak dan peran mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang dan bertumbuh.
- TELADAN.
Sebagai peserta magang di lingkungan lembaga yang mengadopsi filosofi kepemimpinan Sigma, telah dibuktikan bahwa sumber daya manusia merupakan variabel yang bersifat dinamis, dan berpotensi dikembangkan sampai ke titik tertinggi. Semua elemen yang melekat pada sumber daya manusia seperti value individu sampai dengan karakter, bersifat dinamis, sehingga dapat dikalibrasi dan ditingkatkan kualitasnya menjadi semakin jernih dan semakin meningkat. Value individu yang tadinya hanya sebatas kepentingan pribadi, dapat meningkat dan dikembangkan sampai dengan pencapaian tertinggi, sehingga menjadi sepadan dengan value organisasi.
Seiring dengan peningkatan kualitas kesadaran diri, ternyata memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan keterampilan, kecerdasan, kinerja, kualitas performa dan secara holistik berdampak jangka panjang terhadap kesehatan. Dengan peningkatan kualitas kesadaran, maka karakter Sigma dibentuk dengan menghilangkan mental block, membangun habit yang sehat dan menata mindset yang konstruktif. Pilihan atau keputusan yang dilandasi oleh kesadaran dan mindset yang jernih, akan menjadi aksi atau perilaku yang sehat dan konstruktif. Konsistensi aksi yang sehat dan konstruktif akan membangun habit yang sehat dan konstruktif. Konsistensi akan habit yang sehat dan konstruktif akan membentuk karakter sigma yang akan meningkatkan kualitas individu maupun organisasi.
“Reach your peak with experiential learnings consciously and empower to foster growth consciously” ~ Sigma Leadership
Keisari Pieta
Chief Mentor The Avalon Consulting
1 Juli 2025