Skip to main content

Membaca tulisan Integrity Intact  yang ditulis Keisari Pieta Chief Mentor The Avalon Consulting ini rasanya menohok. Saya berefleksi pada pengalaman kerja 25 tahun di berbagai lembaga, rasanya menemukan teladan integritas itu sungguhlah sulit. Kalimat yang paling resonate dengan saya dari artikel ini adalah “Integritas bukan tentang apa yang nyaman tetapi apa yang benar.” 

Sementara saya, masih dalam fase people pleaser, mencari validasi, berharap disukai, dan selalu berusaha menjaga “kenyamanan” dalam berelasi dengan siapapun, terutama di dunia professional. Ini saya lakukan karena taruhannya adalah payslip dan kesempatan promosi/naik jabatan = naik gaji.

Dalam tataran pemerintahan di Indonesia saat ini, saya sedang senang mengamati Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang bicara ceplas ceplos apa adanya tak peduli di depan wartawan maupun event besar, no sugar coating tanpa tedeng aling-aling. Benar-benar anomali di dunia birokrasi yang saya kenal. Gebrakan kebijakan-kebijakan, dan caranya bekerja sungguh bikin meriang para pejabat di birokrasi yang terbiasa aman dalam zona nyaman, dengan segala praktik-praktik kotornya. Gayanya yang koboy dan pernyataan-pernyataannya yang beda dengan kelaziman pejabat, membukakan mata publik bahwa selama ini kita banyak tidak mengetahui fakta sebenarnya. Maka tak heran dalam hitungan sebulan dari sosok yang dihujat pada awal pelantikannya Pak Menteri kemudian menjadi netizen darling, yang ditunggu tayangan gebrakannya setiap hari. Beda banget dengan Menkeu sebelumnya yang manis santun, tapi kebijakannya bikin susah rakyat.

Untuk konteks Pusaka Indonesia (PI), tempat saya berkarya sebagai Kabid Media & Kampanye,  saya melihat fenomena yang mirip dengan apa yang terjadi di Kemenkeu saat ini. Setelah beberapa tahun PI “adem ayem” dengan Sekjen lama yang santun, manis, pintar berpantun kalau sambutan, tetiba dawuh Semesta kemudian mendudukkan Keisari Pieta atau biasa kami sapa Mbak Ay sebagai Sekjen baru, dengan prinsip integritas, kebenaran over kenyamanan, maka pembenahan besar-besaran pun dilakukan di semua lini secara bertahap. Jadilah kawanan pencinta zona nyaman (termasuk saya) ini jempalitan kocar kacir beradaptasi dengan cara kerja baru, kepontal-pontal mengikuti value-value yang harus mendasari kinerja, semuanya dibongkar dan ditata ulang untuk membangun fondasi yang kokoh. 

Namanya penataan dan pembenahan tentu tidak menyenangkan untuk  pecinta zona nyaman yang malas berubah. Apalagi yang merasa diuntungkan dengan sistem lama in many ways itu akan memberontak dengan segala cara, seperti yang terjadi di Kemenkeu sekarang. Butuh sosok pemimpin yang tangguh, tak peduli tak disukai dan dicap sumber masalah. Fokus pada tujuan luhur, dan dalam case PI Mbak Ay hanya manut titah Gusti, titik. Kalo perlu “berbeda pendapat” dengan Pak Ketua Umum pun beliau lakukan secara terbuka di WAG pengurus inti sehingga kami para anak buah sesama pengurus, bisa belajar bagaimana berdiskusi dengan kesadaran murni itu terjadi untuk mengkomunikasikan pandangan yang berbeda, sehingga bisa ditemukan kesepakatan. 

Dan dalam setahun terakhir ini hasil pembenahan yang dilakukan Mbak Ay sudah bisa dirasakan hasilnya. Tata kelola yang lebih mapan, alur kerja yang rapi, pembenahan cara kerja. SOP-SOP baru yang diluncurkan untuk menata organisasi di segala lini. Tak hanya administrasi, keuangan, tapi juga program yang dibenahi dengan MBOK, dari perencanaan sampai closing pelaporan, dan aturan SWOT agar kita tidak bolak balik kejeblos melakukan kesalahan yang sama di berbagai kegiatan/program, dan bisa melakukan continuous improvement. Tak hanya itu, hierarki organisasi juga ditata di semua lini, jalur komando diperjelas tidak simpang siur lagi yang sering bikin kusut koordinasi. Dengan penataan ini PI jadi organisasi yang siap untuk bekerja dalam lingkup yang lebih luas dan mengelola program-program yang lebih besar, karena sistem yang dibuat sudah mampu mengakomodir itu.

Saya jadi ingat dulu ada uang rakyat puluhan juta dipakai katanya “riset” ke beberapa daerah oleh oknum pengurus yang hasil risetnya tak pernah ada dilaporkan, juga pernah ada proyek budidaya kepiting yang tak ada laporan dan kejelasan mengenai perkembangan dan penutupannya. Terbayang bila tidak ditata ulang dengan ketat dan ketegasan menegakkan kebenaran seperti yang dilakukan Mbak Ay, ya wasalam.

Dulu saya suka “ngeyeli” arahan Mbak Ay meski tak diucapkan secara langsung, tapi dalam hati mempertanyakan, di pikiran juga meragukan, “kok gitu sih? Kan gini ginu” dan seterusnya menurut pandangan saya yang jelas belum jernih dan kesadaran yang masih kincup ini, tapi dengan sombong merasa lebih benar, dan lebih tahu. Memang keterlaluan. Belakangan pemberontakan itu seperti itu rasanya sudah jauh berkurang, karena saya mengalami otentik apa yang diarahkan mbak Ay itu terbukti benar dan menyelamatkan situasi. 

Contoh terkini yang saya alami saat PI mengikuti pameran ASEAN For The People Conference (AFPC) awal Oktober lalu, dengan kondisi budget PI yang sedang ketat, arahan Mbak Ay melalui Kabid Pendidikan dan Pemberdayaan Niniek Febriany, untuk “mengimpor” duo kader dari PI Jogja untuk bantu jaga booth, April dan Wening, yang berarti ada konsekuensi biaya transportasi yang harus ditanggung organisasi. Saya tidak ada penolakan atas arahan ini langsung saya buat pengajuan dana. Dan ternyata pada dua hari pameran itu terbukti kehadiran dua rekan kader Jogja ini, sangat membantu dengan salesmanship skill dan kemampuannya menjelaskan program. Selain karena mereka juga peserta program-program PI sehingga punya pengalaman otentik, khusus Wening dia banyak menulis artikel untuk web PI, yang belakangan diakuinya ternyata proses menulis itu membantunya memahami program-program PI dengan lebih mendalam (tanpa dia sadari). 

Ini contoh otentik dari Mbak Ay sebagai Sekjen PI yang setelah membaca artikel Integrity Intact tadi = fokus pada mencapai tujuan luhur. Tujuan luhur dari pameran AFPC ini apa? Itu yang diperjuangkan dengan sebaik-baiknya agar si tujuan luhur itu bisa tercapai dengan mempersiapkan sumber daya yang dibutuhkan. Solusi ini tidak terpikir oleh saya, tapi Mbak Ay sebagai Sekjen yang memimpin dengan kesadaran Sigma, tak hanya memiliki PoV yang lebih luas, tapi juga punya pemahaman yang detail mengenai kemampuan para kadernya. Sehingga mengapa yang dipilih kedua kader ini karena mbak Ay paham kemampuan keduanya, dan memang terbukti mampu men-deliver apa yang kemudian menjadi tools untuk mencapai tujuan luhur dari kegiatan ini.

Lagi-lagi saya menyaksikan secara otentik dan belajar dari teladan yang nyata, bagaimana kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma Leadership ini mampu mentransformasi Pusaka Indonesia dalam waktu satu tahun. Syaratnya adalah integritas pemimpinnya yang utuh, intact tidak cowel dan tak bisa dikompromikan apapun konsekuensinya, karena yang diperjuangkan adalah kebenaran, bukan kenyamanan.

 

Nenden Fathiastuti
Kabid Media & Kampanye Pusaka Indonesia