Skip to main content

Komunikasi adalah jembatan bagi semua bentuk interaksi yang ada di jagad raya. Bentuk komunikasi yang dibutuhkan agar transfer data menjadi tepat guna dan konstruktif adalah komunikasi yang efektif. Sesuai dengan prinsip dalam Sistem Manajemen Matahari tentang komunikasi, maka komunikasi efektif menjadi salah satu essential skill yang perlu dibangun. Komunikasi efektif merupakan pertukaran ide, gagasan, pemikiran, pendapat, pengetahuan, data dan informasi yang perlu diterima dengan pemahaman yang tepat, jelas, dan utuh. Dalam filosofi kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma, komunikasi efektif dapat ditingkatkan agar mencapai kualitas terbaik, karena berasal dari kemampuan berpikir dengan kesadaran yang lebih jernih, minim bias, minim distorsi dan tanpa disonansi. 

Komunikasi yang berjalan dengan efektif, berdampak langsung pada pengelolaan atau manajemen konflik, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun dalam relasi dengan pihak lain di berbagai situasi. Manajemen konflik yang tepat guna akan berimbas kepada beragam tata kelola lainnya seperti manajemen krisis, manajemen resiko, dan sebagainya. Contoh situasi yang membutuhkan pengelolaan konflik pada diri sendiri, seperti ketika mudah tersinggung, baper dan penuh prasangka buruk terhadap sebuah umpan balik yang konstruktif, maka disinilah seseorang perlu berlatih untuk mengelola pola berpikirnya agar mampu menata kesadaran dan meregulasi konflik yang terjadi dalam dirinya.

Komunikasi efektif bukan hanya tentang kemampuan berbicara saja, tetapi termasuk kemampuan mendengarkan dengan aktif (Active Listening). Maka dalam berkomunikasi efektif dengan kualitas yang terbaik, membutuhkan kecerdasan emosi yang meliputi self-awareness, empati dan keberanian menjadi sosok yang autentik tanpa banyak topeng. Dengan memahami kapasitas diri, potensi diri, kelemahan dan blind spot yang mencipta gap pemahaman, maka akan lebih mudah memetakan bentuk komunikasi yang paling tepat untuk diterapkan agar menjadi efektif. Kejernihan persepsi dan kemampuan mengelola kejernihan dalam berkomunikasi, akan meredakan dan menyederhanakan berbagai bentuk kompleksitas dan kerumitan. Apabila tidak saling memahami dan tidak sepakat untuk saling mengerti, maka tidak ada langkah aksi yang dapat dijalankan untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut para ahli, menjadi terampil dalam berkomunikasi yang efektif merupakan keahlian interpersonal. Dengan mempelajari pola komunikasi yang tepat bagi berbagai pihak akan meminimalkan resiko miskomunikasi dan dampak kesalahan kerja (human error). Membangun komunikasi yang transparan,  autentik dan terintegrasi dengan value luhur, akan menciptakan kepercayaan dan konektivitas berkualitas sepadan, yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama. 

Praktik mindfulness yang diterapkan dalam ilmu pengembangan karakter pemimpin Sigma , merupakan sarana yang dipakai untuk membuka wawasan dan kesadaran. Menjadi mindful atau sadar penuh, adalah Modal utama untuk memperluas cakrawala pandang dari sebuah situasi, sehingga mampu menghayati dari sudut pandang yang lebih utuh. Praktik mindfulness sekaligus menjadi alat yang membangun kecerdasan emosi, karena mengasah kemampuan berempati sehingga dapat mendengarkan dengan aktif serta mampu mengenal ketepatan waktu pada pola komunikasi. Kemampuan untuk berendah hati menghargai lawan bicara, bisa dilatih dengan banyak mendengarkan keluhan dan umpan balik. Berlatih memperhatikan emosi dan respon diri agar tidak reaktif serta impulsif, sehingga mampu menjembatani gap pemahaman yang terjadi. 

Membutuhkan kesabaran dan keberanian untuk menyampaikan respon yang jujur dan inspiratif, menyampaikan pertanyaan yang relevan, sederhana dan tidak ngelantur, tanpa kecewa apabila pendapatnya tidak diterima atau tidak dihargai. Termasuk keberanian untuk bertanggung jawab atas konsekuensi dan dampak dari rangkaian komunikasi yang sedang berlangsung. Memastikan komunikasi efektif, merupakan jembatan bagi warisan pengetahuan yang sehat dan konstruktif, dan berkontribusi positif bagi kehidupan.

Kemampuan berkomunikasi efektif dapat menjadi kekuatan yang besar dan berdampak konstruktif apabila dilakukan dengan landasan yang jernih dan konstruktif. Membangun komunikasi yang efektif, juga termasuk menciptakan lingkungan kondusif dan transparan, yang memberi ruang untuk berdiskusi dan berbagi informasi yang konstruktif. Memaksakan sebuah ide atau gagasan tanpa komunikasi yang efektif, hanya akan menciptakan resistensi dan menghambat proses pemahaman. 

Banyak kecenderungan seseorang dalam berkomunikasi yang tidak efektif, seperti:

  1. Mendengarkan untuk menunggu giliran berbicara.
    Bersikap atentif tetapi bukan untuk menghayati dan memahami, sehingga tidak pernah benar-benar mendengarkan. Diam tetapi keliru dalam fokus, karena sambil berpikir apa yang mau dibicarakan, menanti untuk memberikan komentar, sambil menganalisa tanpa memahami substansi dengan utuh, bertanya hanya untuk mencari pembenaran atas pendapat dan akhirnya mudah tersinggung apabila mendapatkan umpan balik yang tidak sesuai harapan, dan seterusnya.
  2. Mudah bosan dan terdistraksi.
    Tidak mau meluangkan waktu sejenak untuk menjaga fokus dan perhatian, sehingga hanya mampu mendengar sepotong  kalimat, atau penggalan-penggalan kalimat yang tidak utuh. Data atau informasi penting lainnya hilang karena fokus dan atensinya lebih banyak kepada hal lain yang dianggap lebih menarik. Misalnya bukannya menangkap esensi dari apa yang disampaikan tetapi malah sibuk menikmati wajah pembicara, memperhatikan facial exspression sambil menganalisa dan menilai, sibuk dengan pikiran dan lamunan yang tidak ada relevansi, dan seterusnya.
  3. Listen NOT to understand, but to reply.
    Ada pula yang fokus mendengarkan, tetapi kemudian tidak diresapi dengan tepat. Tampak tuned in dan berusaha menghafalkan, bahkan mampu menuliskan transkrip agar tidak ada yang ketinggalan. Tetapi tidak pernah mau meluangkan perhatian untuk mengerti dan memahami dengan mendalam, memilih surface learning menyimpan secara kognitif saja. Mendengarkan untuk dianalisa kembali dengan cara sendiri yang dianggap lebih benar sehingga sulit menemukan titik temu kalibrasi pemahaman.

Solusinya adalah dengan mengkonfirmasi kembali pemahaman dan proses berpikir yang melandasi, sehingga secara perlahan dapat mengkalibrasi atau menyepadankan pemahaman. Melatih pola pikir yang bertumbuh (growth mindset)  dengan berendah hati membuka diri, menjadi mindful agar tidak mudah tersinggung atau baper apabila hasil analisanya dinyatakan keliru, tidak ngotot dan ngeyel sebelum memahami dengan POV (Point of View) yang jernih dan utuh.

Dalam menciptakan komunikasi efektif perlu menjalin keterkaitan emosi (emotional resonance) yang tepat guna dan konstruktif. Maka dari itu, dalam  meningkatkan kualitas komunikasi efektif yang lebih jernih, membutuhkan sikap mental yang tepat dan membuka kesadaran, untuk memastikan pola berpikir (mindset) tidak tercemar oleh dorongan bawah sadar yang berpotensi kuat membiaskan dan menyabotase pemahaman.

“The very essential  of a strong character is the clarity and healthy mind” ~Sigma Leadership

 

Keisari Pieta
Chief Mentor The Avalon Consulting
28 September 2025