Skip to main content

Resep Sigma adalah komposisi dan bahan baku untuk membangun karakter yang luhur dan agung bagi kehidupan, yaitu karakter Sigma, yang mengacu kepada filosofi kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma Leadership. Pembangunan karakter Sigma mengutamakan praktik mindfulness sebagai alat untuk mengasah keterampilan dan membangun karakter yang tepat bagi keberlangsungan kehidupan, bagi bagi individu, kelompok, organisasi dan bisnis

Dalam membangun Karakter Sigma, digambarkan seperti seni memasak. Membutuhkan bahan baku dengan komposisi yang tepat, yang dilakukan dengan penuh penghayatan (soulful), dan menggunakan pendekatan yang kontekstual sesuai dengan kebutuhan dan situasi. Membangun karakter Sigma memang tidak mungkin selesai dalam waktu yang singkat, bahkan merupakan proses belajar seumur hidup (lifetime learning).

Melalui praktik magang ilmu kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma Leadership , saya menemukan bahan baku yang perlu diasah agar memiliki kualitas yang baik. Menggabungkan bahan baku dengan komposisi yang tepat. Komposisi dipastikan tidak kurang tidak berlebihan sehingga ketika dimasak bersama membentuk hasil dengan kualitas Sigma.

Bahan baku yang penting untuk dipersiapkan untuk membangun karakter Sigma adalah sebagai berikut:

  1. Clarity of Purpose . Punya misi visi yang luhur, sebagai landasan mengapa sebuah pekerjaan dilakukan, share the bigger picture, the why. Menentukan visi, value dan tujuan bersama yang jernih, dan disepakati sebagai arah kompas bersama.
  2. Lead by Example.
    Melatih integritas dan konsistensi, menjadi model dalam berpikir dan beraksi genuine, otentik, inspirasional, memberikan pengaruh yang jernih, dan mampu men-deliver aksi atas apa yang dibicarakan.
  3. Accountable. Menjadi individu yang mampu bertanggung jawab, bisa dipercaya dan diandalkan, sehingga mampu membangun budaya kerja yang kuat dan penuh integritas, Dapat meresolusi konflik yang sepadan dengan arah kompas dan tujuan yang luhur, menjadi problem solver berlandaskan value yang tepat, terbuka dengan umpan balik yang konstruktif. Mampu bertanggung jawab penuh atas peran yang dimiliki dan menghadapi setiap tantangan yang dinamika dengan memastikan tujuan tertinggi tercapai.
  4. Komunikasi efektif.
    Membangun komunikasi yang jernih, saling mengerti, dan saling berendah hati untuk memahami, baik yang berbicara maupun yang mendengar. Active listening , memperluas sudut pandang agar memiliki perspektif yang utuh, membangun pola pikir bertumbuh atau growth mindset .
  5. Adaptable & Resilient.
    Menerapkan praktik mindfulness, soulful atau penuh penghayatan dalam setiap langkah pengelolaan, agar menjadi mudah beradaptasi gerak perubahan dan menavigasi langkah kerja secara efektif termasuk ketika menghadapi tantangan. Berlatih agar mampu menyesuaikan strategi dengan taktis dan tepat guna.
  6. Konektivitas.
    Membangun koneksi dan relasi dengan kesepadanan value yang tepat dan konstruktif. Membangun otentisitas dengan menegakkan etika dan profesionalisme kerja.
  7. Feedback & Recognition
    Memiliki standar kualitas tinggi dan selalu berupaya untuk mencapai yang terbaik (push excellency). Memberi umpan balik dan penghargaan yang sepadan, konstruktif, adil dan bijaksana. Mampu bersikap obyektif, melalui observasi yang utuh, jernih dan perspektif (point of view) yang luas.
  8. Delegasi & Empowerment
    Investasi pada human capital yang holistik, yaitu pada pengembangan dan pertumbuhan kualitas kinerja dan kesehatan individu secara menyeluruh (well-being). Memberi ruang untuk membuka potensi serta meningkatkan kualitas potensi menjadi versi terbaik yang bisa dicapai. Delegasi adalah tentang pemberdayaan berupa pendampingan yang tepat untuk mencapai versi terbaik. 

Bahan baku ini dapat bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Namun untuk saat ini, semua bahan baku tersebut harus  dimasak menggunakan peralatan yang tepat dan suhu api yang pas, supaya tidak undercook atau malah overcook dan gosong. Pilihan untuk mengasah diri dengan landasan akal yang sehat, membutuhkan elemen penting berupa kesadaran yang jernih untuk menopang kestabilan dalam menjaga kejernihan mental model,  agar mampu berpikir dengan jernih atau minim bias.

Semua bahan baku harus dibentuk melalui latihan, membangun habit  dan disiplin yang konstruktif, dengan penghayatan, konsistensi, dan intensi yang penuh kesadaran (intentionally mindful). Kualitas hasil yang maksimal dengan dampak holistik dan berjangka panjang, dapat dicapai dengan praktik Mindfulness+ yaitu dengan teknik meditasi/ hening yang membuka kesadaran dengan membersihkan jejak shadows/ darkside secara permanen. Membangun kesadaran yang jernih (pure consciousness) di setiap lapisan kesadaran manusia.

Contoh resep yang gagal adalah sebagai berikut:

  1. Menentukan tujuan tanpa kejernihan pola pikir.
    Menentukan target dengan ambisi dan keserakahan, menciptakan banyak ide namun tidak mampu mengeksekusi, tidak realistis dan tidak peduli dengan dampak jangka panjang, mengejar target cuan tanpa memperdulikan etika dan profesionalisme kerja, serta dampak kesehatan di kemudian hari.
  2. Menjadi teladan yang tidak patut diteladani.
    Cara berpikir yang tidak jernih, cara berlogika yang tidak sehat, tidak disiplin, NATO  (Not Action Talk Only), bossy , dan semua perilaku yang berlandaskan trauma, luka batin, innerchild dan watak angkara yang belum diselesaikan, sisi gelap (shadows/ darkside).
  3. Tidak akuntabel.
    Mudah baper, mudah ngambek, selalu melarikan diri dan bersembunyi apabila ada tantangan dan dinamika, senang berada di zona aman dan nyaman, pengecut, tidak tidak berani bertanggung jawab, hobi ngeles dan menyalahkan orang lain atau keadaan, dan seterusnya.
  4. Tidak adaptif dan tidak resilien.
    Sulit menerima perubahan, senang menghindar, mbulet, mutar muter, keras kepala, mudah melempem, susah berendah hati, fixed mindset, tidak menyukai perubahan yang konstruktif, menjaga zona nyaman dan aman, mudah baper dan ngambek, banyak alasan dan hobi ngeles, dan seterusnya.
  5. Komunikasi tidak efektif.
    Tidak punya persepsi yang jernih, banyak bias dan distorsi dalam persepsi. Sulit mendengarkan dan memahami dengan utuh arahan dan nasehat. Impulsif dan reaktif, sehingga sering keliru dalam menangkap maksud atau isi pesan. Tidak mau bertanya, malas diskusi dengan pihak yang lebih jernih kesadarannya. Tidak mau berendah hati untuk mendengarkan dengan aktif (active listening). Salah menyampaikan kembali sebuah pesan penting, sulit untuk berdiskusi dan lebih senang menyimpulkan logika atau solusi yang bias, sehingga menimbulkan lebih banyak konflik, dan seterusnya. Dalam pekerjaan yang kompleks, kemunduran waktu akibat komunikasi yang tidak efektif, akan berimbas kepada pembengkakan biaya operasional, bahkan menimbulkan kerugian yang besar.
  6. Membangun relasi yang tidak tepat.
    Membangun relasi yang kuat hanya untuk bergunjing dan gosip. Kompak dan saling mendukung pelanggaran, saling mendukung kepalsuan, kompak menjaga pencitraan, kompak tidak jujur, kompak saling pukpuk yang tidak konstruktif, kompak saling menguatkan sisi gelap dan ego, saling dukung dalam melanggar tata tertib, dan seterusnya.
  7. Memberi umpan balik dan penghargaan yang tidak konstruktif.
    Pujian yang tidak genuine, berlebihan dan tidak pada tempatnya. Tidak berani memberi sanksi yang sepadan. Tidak tegas dan lebih mementingkan rasa sungkan (pakewuh) sehingga menciptakan ketidaktertiban, pelanggaran etika kerja, kemalasan, kemanjaan dan tidak mandiri. Berkontribusi menebalkan sisi gelap, dan menciptakan karakter tidak memiliki rasa tanggung jawab, dan seterusnya.
  8. Delegasi dan pemberdayaan yang buruk.
    Membeli kepercayaan dengan materi, mengontrol dengan uang, intimidasi dan menebar ketakutan, bossy, mendelegasi intensi yang egoistik atau dengan cara memanipulasi, tanpa memberikan pengarahan yang membangun, memberdayakan dengan landasan agenda yang tidak selaras dengan value tertinggi.

“Unlock your consciousness, clarity creates momentum” ~ Sigma Leadership


Keisari Pieta
Chief Mentor The Avalon Consulting
8 September 2025