Skip to main content

Seumur-umur saya tidak pernah mimpi akan menjadi pemimpin apalagi di arena organisasi dan bisnis. Kata pemimpin selalu menelurkan auto persepsi bahwa hanya berlaku di organisasi dan bisnis. Tidak sadar kalau sebenarnya sebagai individu saya pasti menjadi pemimpin bagi diri dan seminimnya dalam kelompok mini bernama keluarga. 

Setelah belajar ilmu kepemimpinan dan pembangunan karakter berbasis kesadaran Sigma, akhirnya saya sadar bahwa apa yang saya pimpin dan kelola bagi diri sendiri akan tercermin ketika memimpin kelompok, organisasi atau bisnis. Apalagi kalau di setiap kegiatan punya landasan dan core value yang setara, maka menjadi lebih mudah berintegritas. Besar kecilnya scope of work atau cakupan yang perlu dikelola melalui kepemimpinan, berbanding lurus dengan kompleksitas yang membutuhkan  keterampilan esensial maupun skill teknis.  

Semua material bagi pemimpin Sigma bisa dibangun sejalan dengan pengembangan karakter, apalagi yang dilandasi oleh kesadaran sehingga terbangun karakter berkualitas Sigma .

Saya merangkum beberapa material pemimpin yang fundamental, berdasarkan hasil magang filosofi kepemimpinan berbasis kesadaran Sigma Leadership, yang mengaplikasi Prinsip dan Elemen Fundamental Manajemen Matahari, sebagai berikut: 

  1. Keteladanan dan akuntabilitas.
    Dua hal ini selalu dimulai dari hierarki yang lebih tinggi. Tim kerja buah akan mengikuti apa yang dilakukan oleh pemimpin, baik maupun buruk. Maka setiap pemimpin wajib memantaskan diri dengan core value, tujuan yang paling luhur, dan memiliki standar terukur  yang diimplementasi bagi dirinya terlebih dahulu sebelum menuntut orang lain melakukan.
  2. Accept not excuses.
    Maka menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, harus selalu fokus pada tujuan yang paling luhur (meaningful purpose) , selalu belajar dari kesalahan, dan mampu beradaptasi dengan cepat. Tidak hobi carles, kabur cari aman untuk kepentingan pribadi, tidak mudah goyah dan berbelok dari tujuan apabila menghadapi tantangan dan dinamika. Kesuksesan yang dicapai hari ini belum tentu terjadi lagi di kemudian hari, bahkan organisasi terbaik pun bisa mengalami kegagalan. 
  3. Visi dan ide tanpa eksekusi adalah omong kosong.
    Menjadi pemimpin yang banyak ide tetapi tidak mampu mengeksekusi, membuat tim kerja menjadi kusut dan kebingungan. Material pemimpin adalah memastikan semua pihak tidak kehilangan arah tujuan, sehingga tidak kehilangan motivasi. Maka perlu membangun strategi yang tepat guna, untuk menerjemahkan visi dan ide menjadi langkah kerja yang lebih mudah diperhitungkan dan dieksekusi oleh sumber daya yang ada.
  4. Growth requires change.
    Empowering dan berjalannya organisasi adalah dua hal yang terus bergerak,  berubah dan bertumbuh sebelum tujuan luhur tercapai. Pemimpin yang bijaksana akan menata ekspektasi dan tidak melekat dengan upaya pengembangan bagi tim kerjanya. Di setiap organisasi, pasti kehilangan orang-orang yang telah dididik dan diberikan ruang untuk berdaya.
  5. Tidak semua pihak akan menyetujui dan menyukai keputusan yang diambil oleh pemimpin.
    Peran menjadi pemimpin bukan untuk menjadi populer dan disukai, tapi untuk menjalankan apa yang benar dan sesuai dengan value, visi dan misi. Integritas harus ditegakkan, tidak peduli disukai maupun tidak. Di setiap organisasi, pasti ada pihak yang mampu menghargai keseimbangan yang diciptakan melalui keputusan yang tidak disukai.
  6. Pemimpin yang kelelahan atau burnout, tidak akan bisa memimpin siapapun termasuk dirinya sendiri.
    Pemimpin yang tidak mampu mengelola diri dan kesadarannya, akan mendegradasi kualitas kinerja, performa dan kesehatan dirinya sendiri, maupun banyak pihak. Membangun pola berpikir yang sederhana dan tepat guna dengan mengelola pikiran dan kesadaran, akan menghindari potensi menciptakan lebih banyak masalah dan membuat situasi menjadi lebih rumit dan kusut. Praktik
    mindfulness akan membantu menjernihkan kesadaran, meluruskan pola berpikir dan membangun kepercayaan diri, serta membuang berbagai mental block. Hilangnya kreatifitas disebabkan oleh mental block dan sabotase diri, yang berasal dari pola berpikir yang tidak konstruktif, pikiran yang tidak jernih, tidak terkelola, dan overthinking.
  7. Hati-hati dengan zona nyaman.
    Pemimpin yang revolusioner selalu berusaha meningkatkan performa. Yang tampak stabil di permukaan justru berpotensi menjadi penurunan kualitas walaupun belum tampak gejala yang signifikan. Zona nyaman adalah pertanda terjadi stagnasi, seperti perusak yang tidak tampak atau silent killer. Sehingga selalu membutuhkan langkah untuk scaling up tantangan dan inovasi baru. 
  8. Reputasi bergerak lebih cepat ketimbang keteladanan.
    Satu peristiwa yang tidak menyenangkan karena tidak memberi kenyamanan, bisa menghapus hasil kerja yang baik, dan keteladanan yang diberikan selama bertahun-tahun. Maka integritas dan akuntabilitas menjadi elemen yang paling berharga ketika menjadi pemimpin. Kemampuan memimpin akan dibuktikan di masa sulit, yang membutuhkan kejernihan dan kebijaksanaan tanpa menurunkan kualitas core value dan standar. Menjadi pemimpin bukan tentang disukai oleh banyak pihak atau tidak, tetapi tentang seberapa besar integritas terhadap value yang bisa diteladankan, walaupun tidak disukai. Tidak takut menegur dan bertindak tegas hanya karena takut dengan konflik. Tidak takut mengatakan tidak, hanya karena ingin menyenangkan dan disukai orang lain.
  9. Tidak semua hal akan dikuasai oleh pemimpin.
    Tidak semua hal bisa dijawab dan dikerjakan oleh pemimpin. Menjadi pemimpin adalah tentang membangun kolaborasi yang dilandasi ketulusan dan saling melengkapi. Menjadi kolaborator yang mampu mencipta lingkungan bekerja yang tertata, sistematis terorganisir, mendidik dan menyehatkan secara holistik, untuk saling belajar, dan saling berkontribusi dalam menuangkan inspirasi dan kreativitas, untuk mendapatkan solusi terbaik, dalam membangun sebuah organisasi. 
  10. Menjadi pemimpin yang hanya berempati tanpa akuntabilitas, hanya akan menciptakan individu yang lemah, manja, malas, rapuh, dan tidak mandiri. Material pemimpin adalah ketegasan yang mendidik untuk menciptakan individu yang tangguh, tidak cemen, mandiri, dan berani bertanggung jawab.
  11. Menjadi pemimpin tidak cukup hanya dengan kemampuan teknis dan intelektualitas saja, tetapi perlu kecerdasan emosi (EQ) dan membangun karakter Sigma, karakter luhur yang permanen. Keterampilan teknis bisa dipelajari, tapi sikap dan karakter adalah komponen fundamental yang permanen. 
  12. Menjadi pemimpin adalah tentang menjadi pribadi yang autentik, genuine, bijaksana dan bisa diandalkan sebagai teladan dan inspirasi. Bukan sebaliknya penuh citra yang menyesatkan dan hanya mementingkan citra diri agar disukai dan menjadi populer. 
  13. Pemimpin akan selalu menempatkan komunikasi transparan dan terbuka, tidak suka kasak kusuk dan bergunjing yang membuat keresahan tanpa kejelasan. Transparansi akan membangun pola berpikir yang lebih sehat dan jernih, dan menciptakan ruang berkarya yang sepadan dengan core value.
  14. Material pemimpin adalah pandai mengelola diri (self management).
    Pandai mengelola waktu, mengelola sumber daya, mengelola kerangka kerja, dan mampu menavigasi situasi yang sulit dengan menciptakan langkah antisipasi yang paling bijaksana untuk meminimalkan dampak destruktif. Mengerti saatnya untuk mengarahkan, saatnya mendengarkan, saatnya mengikuti dan saatnya intervensi. 
  15. Pemimpin dengan kesadaran yang baik adalah pemimpin yang mau mengerjakan pekerjaan yang tidak disukai, turun gunung dan go to gemba demi mencapai tujuan yang luhur. Pemimpin yang berada di menara gading adalah pemimpin yang tidak mau melampaui ego, dan tidak akan memberikan kontribusi positif bagi tumbuh kembang organisasi yang holistik. Material pemimpin tidak mungkin membiarkan organisasi bergerak tanpa penataan dan manajerial yang tepat guna.
  16. Be the calm in the chaos.
    Mampu menjaga kestabilan kesadaran sehingga selalu tenang di tengah kekacauan, tantangan dan dinamika. Mampu melangkah dengan kebijaksanaan yang tetap sejalan dengan misi visi dan value. Secara konsisten memberikan grand gesture yang kokoh dan tidak mudah goyah oleh tantangan, tidak mudah menyerah, melempem dan meleyot, bahkan melarikan diri.

Ini semua adalah tentang integritas, tentang kepemilikan (ownership) dan tanggung jawab penuh (accountability) terhadap misi visi dan value, yang dijalankan dengan kesetimbangan agar memberikan manfaat yang holistik. Kesadaran yang jernih akan memastikan koneksi yang kuat dengan arah kompas berupa tujuan visi misi yang paling luhur. Bagi pemimpin yang belum mampu berintegritas, pertanda belum memiliki kejelasan tujuan (clarity of purpose ), atau terputusnya koneksi dengan tujuan yang paling luhur. 

 

“Real leadership is not about popularity, it’s about conscious, meaningful, solid and impactful purpose’ ~ Sigma Leadership.


Keisari Pieta
Chief Mentor The Avalon Consulting
19 Oktober 2025

Testimoni
Ratih Handayani

Mau menambahkan pada Leader Materials 🙋‍♀:
🎯Leader yang pura-pura mindful dan yang mindful beneran, akan beda efeknya pada orang2 yang dipimpinnya
🎯Perubahan (baik) harus dimulai dari diri sendiri dulu. Jadi jangan menuntut yang lain berubah, baru diri sendiri mau merespon dengan berubah
🎯Selalu buka ruang untuk komunikasi dengan netral, sebelum mengambil tindakan lanjutan (apakah memarahi, mengarahkan, atau lainnya)
🎯Leader yang mampu memimpin dirinya, kuncinya ada di kebiasaan hening & meditatif yang tepat.

Mertha Prana

Saya selalu memperhatikan Mbak Ay, ketika membawakan presentasi Avalon pasti selalu siap dengan materinya. Dan kemarin Mbak Ay tidak ada persiapan materi apapun, saya jadi paham ini ya yang nama pertumbuhan, dari yang tadinya selalu siap dengan bahan presentasi tiba-tiba  diupgrade Semesta untuk melampaui itu. Betapa tulus dan totalitas Mbak Ay menjalankan apapun tanpa ngeles, sebuah pembelajaran banget bagi saya yang masih sering ngeles ini.

Tentang penjelasan Sigma Leadership material, yang paling jadi PR bagi saya yang pertama adalah banyak ide tanpa eksekusi. Percuma kalau banyak ide tapi tidak ada eksekusi, sama saja tidak melakukan apa-apa — langkah selanjutnya untuk saya, akan mencatat ide-ide tersebut dan membuat perencanaan yang detail agar bisa dilakukan dengan maksimal.

Yang kedua adalah pemimpin yang kelelahan atau burnout tidak akan bisa memimpin siapapun termasuk dirinya sendiri. — iya saya mengakui masih sering burnout, jika sudah begini, badan pun jadi kacau (kelelahan) dan gampang overthinking. — akan diperbaiki lagi, jika sudah ada tanda-tanda burnout, diusahakan istirahat atau medfor dulu.

Yang ketiga adalah pemimpin yang mau mengerjakan pekerjaan yang tidak disukai, bagi saya ini mak jleb karena saya masih sering memilih pekerjaan yang saya sukai saja. Contoh yang paling sederhana adalah pekerjaan rumah, saya lebih memilih menyapu daripada mengepel. Alasan saya, mengepel lebih capek daripada menyapu.

Penjelasan mbak Ay yang lain yang saya catat adalah mencoba menghargai kemampuan orang lain dan dapat menerima sebagai umpan balik — Ini juga belum saya praktekkan, saya belum banyak belajar memperhatikan orang lain, padahal ini penting untuk saya agar bisa berkaca dan berkontemplasi.

Terimakasih mbak Ay dan para mentors, banyak catatan yang perlu dipraktekan 🙏🏻

Emilia

Ketika mendengarkan wedaran Mba Ay baik di webinar SKPM maupun Unlock Your Sigma Potential (USP) bagi saya rasanya seperti sambil menginjak bumi, sangat aplikatif dan detail, ada beberapa hal yang saya refleksikan :
– Kesiapan diri untuk menerima tugas dadakan, bagi saya yang masih sangat overthinking ini tentu belum bisa setangguh dan sepasrah Mba Ay, walaupun pada akhirnya setiap tugas terutama di kantor setelah dikerjakan bisa diselesaikan, terus belajar untuk stop pikiran-pikiran yang terlalu berisik dalam otak saya, ini tentu berkorelasi dengan yang disampaikan Mba Nenden tentang mental block yang masih tebal dalam diri saya akibat males dan banyak carles juga, akhirnya saya merasa kemampuan saya tidak maksimal dalam hal apapun, banyak takut dan ragu nyambung juga menjadikan saya stagnan karena terlalu berada di zona nyaman sebagai cungpret jadi ketampol juga bahwa zona ini akan menjadi silent killer.

Awal-awal keder juga dengernya tapi saya sadari bahwa kondisi ini tidak boleh terus menerus dilakukan apalagi Mas Guru terus meng-empower kita semua dengan ketulusan yang luar biasa mohon maaf dan mohon ampun banyak menyia-nyiakan anugerah.

– Tentang clarity of purpose yang masih harus saya terus kalibrasikan, baik dalam niat belajar di PM, USP, peran di PI maupun peran saya di kantor
– Terimakasih juga mba Ay untuk tips mengatasi burnout untuk dialihkan perhatian ke hal lain yang bisa diatasi dulu, untuk saya jika kondisi memungkinkan meditasi dulu melipir sebentar kalaupun tidak memungkinkan ya dialihkan perhatian ke nafas sambil pelan-pelan mengerjakan tugas sangat membantu bagi saya untuk mengurangi spaneng dan burnout.

– Termotivasi untuk lebih banyak meditasi karena ingin merasakan hidup tanpa sisi gelap (sigel), selama ini saking baal nya baru ngeh kalo sigel yang ada malah jadi hal yang dianggap lumrah.
– Memilih sikap yang tepat dengan akal sehat, untuk saya yang masih sering baper ini harus banyak menggunakan akal sehat dulu selain tentu harus melebur bapernya, lebih aware juga untuk berusaha menjaga kejernihan energi.
Sebenarnya banyak yang saya catat, tapi masih menjadi teori dan pengetahuan bagi saya untuk bisa diaplikasikan Terimakasih mba Ay dan para mentors.

Tutik Wijayanti/ Romi

Integritas satu kata yang asing di telinga saya. Dulu saya memahaminya adalah sikap yang penuh tanggung jawab (dalam pekerjaan saja ).

Setelah mendengarakan wedaran Mba Ay dan membaca artikel integrity intact, walau belum memahami secara utuh, saya mendapat pemahaman dari apa yang saya alami sendiri.

Integritas bagi saya adalah laku konsisten,penuh tanggung jawab ( pada diri sendiri ), mau berendah hati ,berani jujur ( pada diri sendiri )

Pas related banget dengan yang baru saja saya alami, saat saya diberi peran sebagai tim pilah sampah Pagelaran 4N, oke saya terima amanah itu, jauh hari sudah mempersiapkan diri dan sudah kebayang tugasnya seperti apa, sudah beli tiket juga.

Eh gerak Semesta memang tidak pernah bisa kita duga,ternyata ada gerak / dinamika bila saya berjatah dobel peran di divisi laen,,waktu ditelp PIC-nya saya jawab gercep ‘mau’..nah ‘mau’ ini berkorelasi dengan tanggungjawab atas jawaban mau saya itu dan juga dg segala konsekuensinya tentu saja.

Dan ternyata gerakan ini makin dinamis, belum satu perubahan itu terlaksana,( saya beranikan diri dulu untuk telp PIC, tanya dan menyiapkan diri untuk apapun jawabannya ) sudah berubah lagi menjadi makin maju kedepan,ada tambahan tugas bahwa saya harus menjalankan peran di atas panggung. Berarti saya pun kudu mengikuti pergerakan yang serba tak terduga ini. Tiket yang sudah kebeli, tanpa pikir panjang lagi di refund ,dan saya mesti beli tiket untuk keberangkatan lebih awal.

Integritas bagi saya totalitas dalam mengemban tugas, baik di keseharian sebagai bakul soto maupun dalam lembaga SHD.

Terimakasih Mba Ay🩵

Lukito E. Nugroho

Hal yang relate banget dari sesi kali ini adalah sharing mbak Nenden tentang “people pleaser”. Saya orang yang tidak suka berkonflik dan cenderung menghindari konflik. Jadi kalau saya menghadapi perbedaan pendapat dengan orang lain, maka mirip dengan kisah masa lalu mbak Nenden, saya akan cenderung mencari kompromi. Kalau dengan cara ini konflik bisa dihindari, maka saya akan senang. Kenapa melakukan hal seperti ini? Alasan saya selalu “saya orang Jawa, tidak suka berkonflik”. Landasan saya adalah kompromi dan/atau konsensus. Baru akhir-akhir ini saya mulai mengerti bahwa berspiritual murni itu landasannya adalah kebenaran, dan mbak Nenden juga bilang “integritas itu basisnya kebenaran”. Sekarang saya sedang belajar untuk mengkalibrasi: menghindari konflik dengan mencari titik-titik temu tetap dijalankan, namun kali ini ada bingkainya: kebenaran yang didefinisikan oleh akal sehat saya. Jika titik-titik temunya berada di luar kerangka kebenaran, tidak akan saya teruskan. Ya dibiarkan saja, dan saya siap dengan segala risikonya.

Khoirul

Beberapa hal yang nampol saya uraikan dalam narasi berikut.

Zona nyaman adalah tanda stagnasi yang kemudian menjadi menurun mundur lalu kolaps. Inilah silent killer yang nyata. Siapapun yg sedang berada di zona nyaman harus waspada dengan bahaya ini. Perubahan dan continuous improvement adalah kunci agar tidak stagnan. Minta umpan balik dari orang-orang di sekitar akan kekurangan dari kinerja yang telah diunjukkan.

Pesan ini menggugah kesadaran saya. Betapa selama ini yang saya pertahankan adalah zona nyaman. Padahal ini ibarat penyakit yang menggerogoti kesehatan tubuh dan mental. Ke depan akan saya ubah habit ini. Continuous improvement adalah kunci dengan diawali upaya mendapatkan umpan balik dari pihak-pihak yang terkait.

Menjadi pemimpin tidak cukup berbekal kemampuan teknis dan kecerdasan intelektual. Penting bagi pemimpin untuk punya kecerdasan/kedewasaan emosi (EQ). Saya merasakan benar dampak kepemimpinan dengan kualitas EQ yang rendah. Dulu saya punya pimpinan yang emosional, egois, dan sangat penuntut. Dampaknya saya dan teman-teman merasakan tekanan mental, sementara di pihak lain ada beberapa oknum yang mengambil jalan menjadi penjilat. Suasana kerja menjadi sangat tidak kondusif. Akhirnya banyak yang mrotol/resign termasuk saya. Belakangan bisnis si bos ini kolaps.

Sistem yg tertata dan teratur, alur kerja jelas membuat tim menjadi merasa aman dan produktif. Kesalahan menjadi minimal dan organisasi mudah dikendalikan. Ini sangat relate dg job desc saya saat ini. Tugas saya menyusun sistem dan tata kelola domain keuangan di semua lini perusahaan. Wedaran mba Ay tentang pentingnya penataan dan keteraturan sistem memberi semangat baru bagi saya utk terus memperbaiki tata kelola dan sistem yg telah saya bangun. Juga menyadarkan saya bahwa apa yg saya lakukan sebenarnya punya kontribusi yang penting bagi perusahaan.

Reputasi bergerak lebih cepat ketimbang keteladanan dan hasil kerja keras yg dibangun bertahun-tahun. Satu peristiwa yg tdk menyenangkan karena tdk memberi kenyamanan menghapus reputasi kerja baik dan keteladanan. Saya pernah mengalami situasi ini walaupun peristiwa yg tdk menyenangkan itu sebenarnya pelakunya bukan saya. Gara-gara direktur keuangan melakukan tindakan penggelapan uang perusahaan, saya diprasangkai terlibat karena kedekatan saya dg yg bersangkutan. Anehnya vonis keterlibatan saya dijatuhkan sepihak oleh direktur utama tanpa penyelidikan dan sayapun tidak pernah dimintai keterangan sama sekali. Akhirnya saya dicopot dari jabatan tanpa penjelasan apapun. Kemudian timbul kesan di kalangan teman2 di perusahaan bahwa saya adalah penjahat dan apapun legacy yang telah saya bangun bertahun-tahun dan masih ada nyata di perusahaan hingga saat itu seolah terhapus begitu saja. Tapi belakangan sepertinya kebenaran menemukan jalannya dan saya dipercaya kembali untuk berkontribusi di perusahaan dg jabatan baru tapi tetap tidak jauh dari peran manajerial yaitu penataan sistem.

Christin Winata

🌸 Keteladanan dan akuntabilitas, sebagai pemimpin secara sadar atau tidak akan menjadi role model buat staf dibawahnya, baik dan buruk nya akan tercermin dari sikap staf dibawahnya, penting banget untuk memberikan teladan yang baik. Ini yang saya alami dan saya coba terapkan sejak belajar di Avalon, dulu saya cuma suka perintah , ” gaes, beresin dong itu kardus-kardus jangan berserakan gitu” , alhasil cuma saat itu aja Krn terpaksa disuruh mereka baru kerjakan. Sekarang saya ga pakai ngomong tapi dengan tindakan, saya ambil cutter dan langsung membereskan kardus yang berantakan, ketika mereka melihat itu, awalnya pasti ada rasa segan karena saya ikut turun tangan buat beresin kardus, tapi saya sedang memberikan contoh sambil saya beritahu kenapa harus segera dibereskan, sejak saat itu, tanpa perlu komando,mereka mulai merapihkan.

🌸 Hati-hati dengan Zona Nyaman dan Mental Block. Ini masih ada di saya, sang pecinta zona nyaman padahal membosankan, karena malas untuk memulai sesuatu yang baru dimana akan sangat tidak menyamankan. Mental Block ini juga membuat saya tidak bertumbuh, selalu takut untuk memulai sesuatu yang baru, selalu alesan menghindari konflik tapi menggerutu dibelakang, sangat tidak ksatria. Tapi semesta itu selalu memberikan ujian praktek kaya yang dibilang Cici Ar, setiap saya menghindari untuk ketemu sama seseorang, semakin tinggi peluang saya untuk bertemu dengan orang itu, udah coba menghindar supaya ga ketemu eh malah disuruh diskusi, beberapa jam sebelum ketemu itu pikiran penuh blocking, duh bisa ga ya ngomong sama dia, nanti emosi ga ya, nanti dia ngomel-ngomel dan ngadu ke atasan ga ya, beragam prasangka yang belum terjadi muncul di otak. Padahal ketika ketemu dan akhirnya diskusi bisa berjalan lancar tanpa ada konflik ( ini sepanjang diskusi latihan TIR).

Maria Dewi N

Dari sesi ini, saya menyadari bahwa proses memantaskan diri itu bukan soal menunggu siap dulu. Justru saya belajar bahwa kesiapan itu muncul karena saya berani melangkah. Selama ini saya pikir saya sudah cukup “oke” dengan apa yang saya jalani, tapi ternyata masih banyak bagian diri yang membutuhkan ketegasan, disiplin, dan keberanian untuk jujur pada nilai yang saya pegang.

Saya juga mulai melihat bahwa memimpin diri sendiri adalah fondasi dari semuanya. Bagaimana saya mengelola emosi, menyelesaikan tugas yang saya mulai, memegang komitmen meski tidak ada yang mengawasi, hal-hal kecil seperti itu ternyata sangat menentukan arah.

Sesi ini menantang saya untuk keluar dari rasa nyaman dan berhenti mencari alasan. Karena kalau saya ingin naik level, maka saya perlu bergerak, belajar, dan bertumbuh dengan sadar. Tidak perlu terburu-buru (ambisi), tapi juga tidak berhenti.

Pelajarannya..
Belajar berbertanggung jawab pada langkah yang saya pilih dan tetap setia pada prosesnya.

Prapti

Sesi yang diawali dengan cerita otentik Mbak Ay meneladankan cara menghadapi perubahan, mendadak untuk melampaui zona nyaman (mengajar tanpa materi presentasi). Inin bagaimanapun juga menjadi bekal buat saya untuk praktik selama persiapan, pelaksanaan pagelaran, hingga penataran Pusaka Indonesia (PI) kemarin.

Jujurly saat sesi, awalnya saya kurang mendengar dengan baik karena memang belum membaca artikel dan selama ini masih asing dengan dunia leadership. Istilah integrity intact, saya raba-raba dengernya kirain integrity impact. Baru saat membaca artikelnya, ternyata yang dimaksud adalah”intact“. Istilah leadership material pun bagi saya asing. Salah satu kebiasaan buruk saya memang sering telat memahami satu istilah karena saya seringnya belajar dari teknis lapangan dulu, tahu istilahnya seringkali juga belakangan. Jadi saya waktu itu  mencoba mendengar dulu aja apa yang dibahas.

Nah, dari sharing Mbak Nenden, yang mengajak kita buat menengok perkembangan PI sejak Mbak Ay menjadi Sekjen, saya auto melihat perkembangan diri sendiri. Wah bersyukur banget setahun ini juga ternyata sebagai kader saya juga ikut mengalami penataan nalar. Langsung berasa beruntung banget waktu itu yang sudah seperti di tepi jurang dengan nalar rusak total masih bisa mengingat keteladanan Mas Guru dan Mb Ay.

Saat ini saya bisa bilang, kalau sistem di PI tidak dibenerin bertahap sama Mbak Ay, besar kemungkinan saya udah pergi, karena merasa tidak aman dan bingungnya berlanjut. Saya termasuk salah satu orang yang sempat memberikan reputasi buruk kepada Mas Guru dan Mbak Ay karena salah ambil kacamata waktu burnout saat itu dan keblasuk baper.

Dari padanan Pak Purbaya dan Mbak Ay menurut Mbak Nenden, dan dari penjelasan Mb Ay bahwa pemimpin yang tidak to the point  maunya apa bikin bingung, saya tersadar dua hal; satu, ternyata dulu saya sebenarnya pernah jadi anomali di kampus karena lebih suka dan lebih mudheng dengan penjelasan dosen yang blak-blakan cenderung dianggep galak/killer oleh teman lain. Herannya lalu kenapa selama ini melihat Mbak Ay yang nyata membantu menyederhanakan penjelasan Mas Guru dan sama-sama blak-blakan kok berasa ada tirainya/ga kelihatan?

Ternyata saya lagi-lagi salah mengambil kacamata dan mengalami katarak psikologis. Ini ternyata masih menjangkiti saya meskipun tidak setebeal satu tahun lalu. Kedua, ternyata selama ini saya masih belum benar-benar niat buat move on dari habit menebak-nebak/berprasangka yang membingungkan dan melelahkan. Ini bawaan dari menebak-nebak maunya Ibu saya dulu itu apa saat menggunakan istilah-istilah Jawa yang saya enggak paham, saat bermaksud menegur saya. Dari hal ini, saya jadi mulai notice hambatan komunikasi saya selama ini adalah buah dari kurang tegasnya saya untuk bertanggungjawab dalam memilih kacamata dan mencoba cara baru dalam berkomunikasi dengan bertanya, mengonfirmasi apa yang saya tangkap dan sebagainya.

Dari sharing Ci Ary tentang integritas dan penjelasan Mbak Ay dari artikel, saya juga jadi ngeh korelasi antara masih minimnya integritas saya selama ini dengan penelusuran tentang life value yang sampai berjilid-jilid dibahas di awal kelas mentoring konsistensi. Bagaimana bisa berintegritas? Jelas saya gampang belok atau gampang menyabotase diri selama ini karena memang ragu-ragu dan belum mau mengambil tanggung jawab penuh atas pilihan yang saya ambil alias be accountable. Dan bagaimana bisa punya akuntabilitas, orang tujuannya apa juga masih enggak ngerti. Selama ini kenapa bisa tahan sama cara kerja yang merumitkan dan bikin capek diri sendiri Plap!

Dalam perjalanan dari Jogja ke Jakarta hingga pulang kembali ke Jogja kemarin ini, rasanya saya jadi kayak habis keluar dari toko optik dan pakai kacamata yang baru dan lebih pas. Meskipun masih ada momen terbawa spaneng dengan perubahan, tetapi dengan menerapkan tips bekal dari sesi #10 lalu, saya mencoba berpegang pada akal sehat, melihat keteladanan yang lebih banyak dari para pemimpin yang dalam kacamata saya berhasil untuk membantu saya mengingat tujuan yang lebih besar sehingga saya lebih fokus kepada langkah strategis apa yang bisa saya lakukan untuk mencapai tujuan. Latihan melampaui pakewuh dengan komunikasi yang lebih jelas/detail baik lisan maupun saat menulis SWOT, dan memang bener ya pokoknya banyakin medfor sebelum ngebul, rasanya menjalankan sesuatu jadi semakin bermakna. Lebih ringan dan bahkan lebih selamet.

Di luar konteks pagelaran, saya juga coba menerapkan perubahan kacamata dan cara komunikasi ini di pekerjaan. Setelah gladi kotor, jeda setengah jam saya sampai hotel saya pakai untuk medfor dan lanjut rapat dengan event organizer terkait rencana project bulan November. Saya mencoba menyampaikan apa yang menurut saya benar menurut acuan value yang diajarkan di lembaga pimpinan Mas Guru/Mb Ay dengan resiko saya tidak disukai oleh beberapa orang dan dibatalkan kontrak. Saya juga mencoba konsisten on cam selama rapat meskipun yang lain off cam. Ternyata, dari pihak petinggi EO justru menyambut keterbukaan komunikasi yang saya mulai, dan mendorong tim untuk memperbaiki koordinasi (project tetap dilanjutkan). Dari beberapa pengalaman hasil dari perubahan yang coba saya terapkan ini, saya coba lanjutkan saat sudah kembali di Jogja. Semakin jelas bagi saya bahwa yang membuat saya yang belum sadar-sadar amat selama ini, kenapa saya tetap pokoknya lanjut ikut aja dulu di Pusaka maupun di Avalon memang karena saya menyaksikan dan mengalami sendiri contoh keteladanan yang nyata dari Mas Guru dan Mbak Ay melalui berbagai lembaga yang dipersiapkan untuk mendukung pertumbuhan kami semua. Hal yang sama sekali belum pernah saya temui di tempat lain selama saya hidup.