Skip to main content

Beberapa minggu lalu teman saya dari Freeport AS datang untuk memberikan sharing di PT. Antam tentang Conscious Leadership. Flyer dengan tema yang sama, saya terima dari konsultan HR ternama di Indonesia yang mengundang dua pembicara dari luar negeri. Teman saya  (VP HR Freeport International) datang tidak dibayar karena Freeport adalah satu grup di MIND.ID (BUMN tambang milik pemerintah) sementara yang kedua dibayar mahal, karena investment fee workshop hari ini mahal sekali. Memang di Indonesia ini, asal ada stempel “bule atau barat” jadi mahal harganya.

Conscious Leadership (CL) ala Jim Dethner dan Diana Chapman ini melihat perilaku pemimpin dibagi dengan istilah di atas garis (above the line-ATL) dan di bawah garis (below the line-BTL). Pemimpin yang conscious (sadar) atau berada di ATL adalah pemimpin yang yang terbuka (open), selalu ingin tahu (curious) dan komit untuk selalu belajar (commit to learning). Pemimpin BTL adalah pemimpin yang tertutup (closed), defensif dan komit untuk selalu benar (commit to being right). Mereka berasumsi bahwa manusia secara umum selalu berada di BTL. Untuk itu, selalu diingatkan lokasi, lokasi, dan lokasi. Mirip dengan prinsip jualan properti yang paling penting dalam penilaian properti adalah lokasi, lokasi, dan lokasi. Artinya faktor lokasi tanah adalah faktor penting dalam menentukan nilai sebuah properti.

Maksud dari pentingnya lokasi di CL ini adalah pemimpin harus ingat untuk selalu berada di lokasi ATL, karena kecenderungan manusia umum selalu berada di BTL. Pemimpin harus selalu sadar untuk tahu kapan mereka berada di lokasi BTL atau ATL. Kalau sadar ada di BTL segera harus beralih ke ATL. Kalau sudah di ATL berarti sudah benar karena akan menciptakan kreativitas, kolaborasi, dan inovasi.

Konsep dasar Conscious Leadership diambil dari empat tahap kesadaran dari Michael Beckwith. Menurutnya tahap kesadaran dimulai dari To Me, By Me, Through Me, dan As Me. To Me adalah tahap kesadaran di mana manusia cenderung menyalahkan dunia di sekitarnya sehingga cenderung punya sifat merasa jadi korban, bergantung pada sekitar, tidak punya kontrol dan selalu dalam ketakutan. By Me adalah tahap kesadaran berikutnya yaitu ketika sudah bisa melewati tahap To Me, menyadari bahwa menyalahkan dunia tidak baik, bisa mengontrol diri sendiri, sadar bahwa kita yang memiliki tanggung jawab atas diri sendiri. Through Me adalah ketika manusia sudah sadar akan kekuatan besar dan mulai berserah diri, membiarkan “kesadaran” bekerja melalui manusia (makanya disebut tahap through me). Tahap terakhir adalah tahap As Me yaitu ketika manusia mencapai tahap penyatuan dengan “kesadaran” universal atau Oneness.

Fokus Conscious Leadership adalah bagaimana pemimpin bisa mencapai tahap 2 (dari “To Me” ke “By Me”). Menjadi pemimpin atas diri sendiri berarti tidak lagi menyalahkan dunia dan diri sendiri. Kitalah yang bertanggung jawab atau memegang kendali atas diri sendiri. Bagaimana mencapainya? CL menawarkan apa yang disebut 15 komitmen agar seseorang bisa menjadi “pemimpin yang berkesadaran” (bisa dibaca di buku “15 Commitment of Conscious Leadership, A New Paradigm of Sustainable Success” oleh Jim Dethmer, Diana Chapman & Kaley Warner Klemp). Harganya US$9.00 kalau beli di Amazon Kindle.

Kalau dibandingkan dengan Sigma Leadership (SL) dan Conscious Leadership (CL) menurut saya ada beberapa kemiripan dan perbedaan.

Kemiripannya:

  • Pemimpin mulai dari diri sendiri, menjadi pemimpin atas dirinya sendirinya dulu agar bisa memimpin orang lain.
  • Pentingnya seseorang agar secara sadar beralih dari BTL ke ATL.
  • Concept Scarcity vs. Abundance/Sufficiency

Perbedaannya:

  • Pendekatan Sigma  Leadership  (SL) tidak berhenti di To Me dan By Me tapi juga ke Through Me dan As Me.
  • Mindfulness menjadi poros utama di SL sedang  CL tidak fokus pada mindfulness (walaupun ada), dan lebih fokus pada perubahan kognitif dan perilaku saja yang cenderung sulit untuk berkelanjutan (seperti diakui bahwa kecenderungan orang berada di below the line). SL percaya bahwa mindfulness menjadikan sesering selalu berada di above the line.
  • CL hanya berusaha membereskan conscious mind, sementara SL juga membereskan subconscious dan unconscious mind.
  • SL dapat memberikan evaluasi pencapaian seseorang, CL tidak.
  • CL fokus pada pembenahan watak angkara dan luka batin, SL selain pembenahan watak angkara dan luka batin, juga melakukan pembenahan di ilusi, jejak dosa dan kuasa kegelapan.

Jadi teman-teman yang sudah belajar di Avalon Consulting, mari kita pergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk terus belajar menjadi pemimpin yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Tetap semangat!

 

Eko Nugroho
Mentor dan Vice Chairman The Avalon Consulting
27 Agustus 2024

Sumber foto: Goodreads.com