Skip to main content

Menjadi Pemimpin Otentik

Saat ini harus diakui bahwa sangat sulit menemukan pemimpin yang otentik. Para cendekiawan, politisi, pejabat pemerintahan, CEO maupun para pemilik perusahaan besar, rasanya sangat jarang yang memiliki kualitas ini. Mengapa pemimpin yang otentik ini penting? Chairman The Avalon Consulting Setyo Hajar Dewantoro (SHD) menyatakan bahwa mereka yang otentik pasti memiliki integritas, yakni keselarasan antara pikiran, kata-kata dan tindakan yang dilakukan.

“Pemimpin yang otentik tidak melakukan sesuatu untuk tujuan-tujuan egoistik atau demi pencitraan. Pemimpin otentik juga menjalankan segala hal dengan hati yang penuh dan ketulusan yang sempurna. Pemimpin otentik bisa membuktikan apa yang dia katakan, menjalankan segala sesuatunya sesuai dengan apa yang menjadi standar nilai yang sering diungkapkannya,” kata SHD dalam sesi 11 kelas Avalon Leadership Online Course (ALOC) Batch 6, 13 April 2024 lalu.

SHD juga menegaskan saat ini menemukan orang cerdas tidaklah susah, menemukan orang yang bisa membangun karya hebat dalam standar kemodernan tidak susah, namun menemukan orang yang otentik ini adalah perkara sulit.

Kenapa susah menemukan pribadi atau pemimpin yang otentik? Karena selama ini pendidikan kita tidak di desain ke arah sana. Keotentikan adalah bagaimana setiap orang itu disentuh, ditumbuhkan semua kualitas pada aspek dirinya, bukan hanya rasionalitas dan nalarnya, tapi diajak untuk betul-betul mengenali dirinya secara utuh, membereskan sisi gelap di dalam dirinya, diajari untuk menemukan kebahagiaan sejati, dan mengenali tuntunan agung di dalam diri, serta diajari untuk hidup harmoni dengan gerak Semesta.

Pendidikan kita yang banyak berkembang adalah yang menciptakan orang dengan split personality, di mana otaknya penuh konsep ideal tapi perilaku penuh kebiadaban. Di satu sisi misalnya sangat keras pada sikap koruptif dan penyalahgunaan kekuasaan atau kekuatan finansial, namun sikap hidupnya menjadi sangat ringan pada perilaku koruptif dan penyalahgunaan kekuasaan yg datang kepadanya.  

Tantangan kita adalah menjadi orang yang  memiliki keotentikan, tanpa kepalsuan dan menjadi teladan agar orang lain untuk mengikuti pola ini. Tanpa keotentikan, tanpa integritas kita tidak akan pernah berhasil di dalam mencapai tujuan-tujuan besar. Bila hanya pandai berkata-kata, berakrobat dengan kepintaran rasionalitas kita hanya akan mengulangi kegagalan yang sama. Kita tidak akan menjadi kekuatan pembaharuan di negeri ini maupun di skala global.