Skip to main content

Dalam pembelajaran kepemimpinan ini saya memahami secara umum ada dua konteks, yakni kepemimpinan yang melibatkan personil lain dalam suatu tim atau adanya orang-orang yang dipimpin, dan kepemimpinan yang tidak melibatkan orang-orang yang dipimpin yang kemudian disebut memimpin diri pribadi.

Ketika bicara kepemimpinan diri, sebenarnya siapa sih pimpinan tertinggi atau Big Boss dalam diri kita ini? Apakah kecerdasan pikiran kita?

Dalam pembelajaran kepemimpinan berbasis spiritual dalam program-program yang diselenggarakan The Avalon Consulting ini, saya belajar bahwa  sejatinya Big Boss yang harus diikuti adalah perintah atau tuntunan dari Diri Sejati yang bersemayam di dalam relung hati. Namun kebanyakan orang “ndableg” dan “budeg” alias belum bisa mendengar atau sudah bisa mendengar tapi masih memilih abai dalam mendengarkan suara esensi Tuhan di dalam diri. Kebanyakan orang mengambil keputusan atas dasar pemikirannya yang sudah tentu ada unsur ego atau kepentingan diri menyisip di sana. 

Pemimpin yang baik saja secara perilaku berdasarkan hukum/peraturan atau secara tradisi tidaklah cukup untuk menjadi seorang pemimpin yang agung. Pada faktanya goncangan, desakan, dan pengaruh berbagai sisi ketika memimpin suatu korporasi atau lembaga pemerintahan yang lebih luas akan semakin besar pula. Untuk itu, mengakses sumber mahadaya dari sumbernya langsung dan mengikuti big boss dalam diri dengan melampaui segala kemelekatan atau mengambil jarak terhadap apapun yang dekat dengan diri (istri, anak, saudara, dan sebagainya menjadi hal yang utama dilakukan oleh seorang pemimpin.

Dalam praktiknya, kepemimpinan pribadi atau pemimpin di sektor publik dan swasta secara holistik tidak akan menghasilkan pencapaian yang paripurna jika tidak dilandasi dengan tuntunan Tuhan dalam mengambil setiap opsi keputusan. Sementara tuntunan Tuhan hanya akan didapatkan bila kita memurnikan jiwa, dan juga tidak akan memperoleh kemurnian jiwa jika tidak melalui landasan berspiritual murni dengan laku hening ciptanya. Maka ini menjadi satu paket rangkaian proses yang seharusnya dijalani oleh seorang individu yang mengemban peran kepemimpinan.

Dalam kondisi seseorang menjadi pemimpin ketika belum sepenuhnya dapat mendengarkan atau mengerti adanya tuntunan Tuhan, maka yang harus dilakukan adalah menggunakan akal sehat dan kalkulasi-kalkulasi yang dinilai tidak akan merugikan orang lain, sambil tekun dan berjuang untuk mempercepat mendapatkan kemurnian jiwa dan raganya.  

Maka untuk mengatasi krisis kepemimpinan di segala sektor ini untuk saya adalah dengan mulai menata diri kita pribadi agar semakin hari semakin murni jiwanya, sehingga dapat mendengarkan atau mengerti segala tuntunan Tuhan dalam segala variannya.

Jika di antara kita  saat ini ada yang sedang menjalani peran sebagai pemimpin dalam sektor tertentu, maka syukurilah sebagai anugerah untuk secara bertahap melatih diri menerapkan kepemimpinan dengan spiritual murni. 

Selain itu perlu upaya untuk memasifkan kepemimpinan berlandaskan spiritual murni yang tentunya bisa dikembangkan tanpa paksaan, tetapi lebih mengedepankan kasih murni yang menampilkan keteladanan dalam berbagai sisi.

Oih Solihadin

Peserta Kelas Avalon Leadership Online Course (ALOC) Batch 5