Skip to main content

Kepemimpinan bukan hal yang baru untuk saya. Kebetulan sejak remaja saya sudah menceburkan diri ke beberapa peran kepemimpinan meskipun awalnya tidak percaya diri dan banyak keraguan. Sejak kecil hingga remaja saya adalah orang yang penakut, peragu, penuh luka batin karena sering di-bully, disalah-salahkan orang tua, dianggap tidak memiliki banyak kemampuan seperti umumnya orang. Tetapi sejak saya sering dipilih menjadi ketua kelas, ketua kelompok, ketua regu saat masih sekolah sejak saat itu saya mulai bisa lebih percaya diri dan merasa bahwa memimpin itu mengasyikkan. Awal-awal jadi pemimpin masih sangat takut mengambil tindakan, bahkan untuk menerima peran sebagai pemimpin dan berkata di depan teman-teman saja saya masih takut. 

Gemblengan melalui peran-peran pemimpin terus berlanjut, baik sebagai ketua karang taruna, paskibraka tingkat kotamadya, dan lainnya. Namun gemblengan yang paling ekstrim saat menjadi ketua Ospek kampus. Sempat stres dan mengalami hari-hari yang gelap. Banyak tekanan dari sesama teman, dosen, senior dan terutama isu ancaman masuk penjara dari orang tua karena saat ospek ada mahasiswa senior yang menghajar juniornya sampai babak belur. Saat itu saya adalah penanggung jawab utama karena saya adalah ketua ospek.

Seingat saya setelah saya mampu menghadapi masa-masa yang berat itu, banyak sekali perubahan hidup yang saya alami, karena saya semakin mampu menjadi pemimpin, dan terutama memimpin diri saya sendiri dari ketakutan, keraguan, pesimis, dan sebagainya.

Berbagai penghargaan dan kesuksesan sejak saat itu diraih organisasi-organisasi yang saya pimpin. Saat ini ada 8 komunitas/grup/organisasi yang menempatkan saya sebagai koordinator, pimpinan, ketua, yang sayangnya tidak semuanya bisa saya pimpin dengan baik seperti saat masih sangat bersemangat berorganisasi. Mengapa demikian?

Pembelajaran Diri Sendiri 

Kepemimpinan menurut saya adalah kemampuan mengendalikan, mengarahkan, mengatur sesuatu. Bisa berupa kepemimpinan pada organisasi, perusahaan, komunitas, keluarga, atau pada diri sendiri. Berkaca pada pemahaman itu saya menyadari beberapa hal mengapa tidak semua organisasi yang saya pimpin bisa berjalan dengan baik.

Hasil refleksi saya adalah manajemen waktu saya yang buruk. Pada saat saya bersemangat berorganisasi dulu kala, saya mencurahkan banyak waktu saya untuk memimpin, dan saat itu kepemimpinan saya kemungkinan sifatnya masih egois. 

Organisasi keren, berprestasi, tapi kebanyakan yang kerja saya sendiri, ide-ide saya, tim inti hanya manut membantu saya mewujudkan sebagian besar ide-ide saya tersebut. Hal itu saya lakukan karena dari berbagai organisasi yang saya pimpin sebelumnya, saat saya menyerahkan laju organisasi pada teman-teman yang lain, organisasi berjalan lemot bahkan tidak berjalan, sehingga saya sendiri yang harus banyak turun tangan.

Kemampuan manajemen waktu, kemauan keluar dari zona nyaman, kemampuan menjadi coach yang mampu mengoptimalkan kinerja teman-teman, memperkuat kolaborasi, totalitas memimpin masih menjadi PR saya saat ini. Pelan-pelan saya mulai berbenah saat awal menjadi Ketua Pusaka Indonesia Wilayah Jawa Tengah (PI Jateng). Karena makin banyak tugas di luar PI Jateng, kinerja saya turun. Pernah diberi skor Ketua Umum Pusaka Indonesia Setyo Hajar Dewantoro atau kami panggil Guru SHD, dua tahun yang lalu skor leadership saya pernah 6, kemudian saat diukur lagi turun menjadi 2.

Setelah itu saya pelan-pelan mulai mengembalikan semangat berkolaborasi, berorganisasi, memanajemen waktu agar semua bisa berjalan sesuai porsi. Khusus di PI Jateng saya munculkan kembali ide-ide yang pernah muncul dalam pembahasan untuk direalisasikan. Di komunitas lain saya masih berlindung di zona nyaman alias memilih yang lurus saja seperti sebelumnya, belum ada ide dan kemauan untuk membuat aksi yang lebih baik.

Teladan Kepemimpinan 

Dulu saya mengidolakan pemimpin-pemimpin yang ada di sekitar saya, semisal ketua komunitas guru, ketua Karang Taruna, ketua panitia kegiatan yang geraknya gesit, hasilnya keren, banyak aksi, tetapi dia minim konflik dengan anak buahnya karena kebijaksanaannya. Dan itu yang saya tiru sebelum kenal ajaran Guru Setyo Hajar Dewantoro (SHD) ketika saya belajar di Persaudaraan Matahari. 

Setelah kenal ajaran Guru SHD, tentu saja idola saya Guru SHD, yang sudah membabar dan mempraktikkan pemahaman-pemahaman leadership yang out of the box  dalam lembaga-lembaga yang dipimpinnya seperti Pusaka Indonesia, The Avalon Consulting dan lainnya. Kepemimpinan yang beliau praktikkan berlandaskan spiritualitas. Ini jujur merupakan hal baru bagi saya. 

Hal yang saya tangkap dari teladan kepemimpinan Guru SHD adalah bahwa kepemimpinan yang baik itu tidak bisa dilepaskan dari dampak keselarasan jiwa sang pemimpin dan yang dipimpin. Tidak cukup hanya kemampuan-kemampuan umum dalam memimpin. Tidak hanya fokus pada pencapaian-pencapaian visi misi organisasi tapi juga harus berdampak pada keselarasan jiwa. Ini yang masih merupakan PR besar bagi saya untuk bisa meneladani kepemimpinan berbasis spiritualitas seperti yang diajarkan di program-program Avalon Consulting.

Fajar Prihattanto

Guru SMP Negeri 1 Baturetno, Wonogiri Jawa Tengah

Peserta kelas Avalon Leadership Online Course (ALOC) Batch 5