Menjadi pemimpin, yang diikuti oleh banyak orang, tidak bisa dijalani dengan bekerja layaknya solois, jika diibaratkan pemain alat musik. Seorang pemimpin harus bermain dalam kebersamaan. Maka, analogi yang paling tepat bagi sebuah tim yang dipimpin oleh satu pemimpin adalah sebuah orkestra. Pemimpin itu seperti seorang dirigen. Dia mengarahkan semua anggota orkestra untuk menampilkan permainan musik yang terbaik sekaligus harmoni, sehingga sebagai satu kesatuan dia bisa menampilkan sesuatu yang indah dan agung.
Memimpin satu tim tidak bisa dengan bermain sendiri, namun berkolaborasi. Anda harus sungguh-sungguh bisa mengajak anggota tim Anda untuk bekerja bersama di dalam harmoni, persis seperti seorang dirigen dalam sebuah orkestra.
Untuk menjalankan peran tersebut ada beberapa aspek yang harus dipenuhi. Satu, aspek psikologis, yang artinya seorang pemimpin tidak punya hasrat dan kehendak untuk menonjol sendirian, walaupun dia adalah sang pemimpin. Dia punya kerelaan untuk memberi ruang bagi setiap anak buahnya tampil, muncul, dan cemerlang. Memberi ruang kepada semuanya untuk mengaktualisasikan diri memberikan karya yang terbaik.
Kedua, agar semua anggota tim bisa bekerja dalam harmoni, semuanya harus mengerti apa yang memang perlu dilakukan. Maka semuanya perlu memahami tujuan, visi, dan bagaimana masing-masing berkontribusi agar visi itu terwujud
Ketiga, menjadi bagian penting dari semua proses ini adalah komunikasi. Pemimpin harus bisa mengkomunikasikan apa yang dia mau, apa yang dia tuju, dan apa yang harus dilakukan oleh anggota timnya dengan jelas.
Keempat, komunikasi harus bersambung dengan apa yang disebut sebagai pengarahan dan pemberdayaan. Jadi arah komunikasinya adalah agar masing-masing anggota tim tidak main sendiri-sendiri yang saling terpisah, tapi bekerja dalam bingkai kolaborasi. Seluruh tim bersama-sama memberikan yang terbaik agar tujuan agung, dan visi yang besar, bisa tercapai.
Aspek kelima adalah pemberdayaan. Pemimpin harus memastikan agar setiap anggota timnya bisa menampilkan kinerja yang terbaik.
Kalau Anda memimpin satu organisasi yang formal, entah itu organisasi bisnis atau organisasi pemerintahan, yang basis ikatan dengan orang-orang di sana adalah uang dalam bentuk gaji, atau remunerasi, ini menjadi sisi kemudahan. Bahwa yang menjadi pengendali seseorang itu bekerja atau tidak adalah uang/penghasilan/gaji bagi mereka. Apalagi di perusahaan swasta, karyawan yang tidak mau bekerja tinggal ditahan gajinya maka persoalan selesai.
Tantangan lebih berat akan muncul kalau kita mengelola atau memimpin satu lembaga yang basisnya adalah kesukarelaan atau voluntary action. Misalnya PM dengan segala lembaganya ini yang merupakan kombinasi, memang ada gaji tapi gajinya tidak seberapa, maka yang ditonjolkan adalah semangat kesukarelaannya.
Memimpin lembaga seperti ini jelas tidak mudah. Kita bisa melampaui segala hal yang sifatnya teknikal, dan kita harus punya satu hal lagi yang disebut daya magis, yang membuat orang mau berkontribusi dengan sepenuh hati walaupun imbalan finansialnya tidak sebesar kalau dia atau mereka bekerja di tempat yang lain.
Pada titik ini memang ada pemimpin-pemimpin tertentu yang dianugerahi daya magnetik yang muncul dari kemurnian hatinya yang mendorong orang kemudian dengan sukarela mau mendukungnya. Ini kita sebut sebagai pemimpin karismatik. Pemimpin yang punya daya magis, daya magnetik untuk membuat orang tertarik bekerja bersama dengannya.
Untuk bisa menggerakkan orang lain, Anda juga harus bisa diterima dan dipercaya oleh mereka, dan ini kembali kepada soal kredibilitas yang ditunjukkan dengan sesuatu yang istimewa di mata mereka. Hal yang bisa Anda lakukan adalah terus menumbuhkan kemampuan diri dengan hening yang memurnikan jiwa. Pada saat bersamaan Anda juga perlu membuat kapasitas intelektual berkembang. Ini yang memungkinkan Anda mengalami yang disebut sebagai proses penjeniusan.
Maka bila Anda sungguh-sungguh hening, mestinya nanti ada momen di mana Anda juga menjadi jenius, punya ide-ide yang brilian, dan ketika berkomunikasi, apa yang Anda bicarakan memiliki power, atau energi yang mempengaruhi. Anda juga di dalam praktik kehidupan membuktikan tidak menjadi orang yang egoistik, tetapi punya visi kesejahteraan bersama. Anda punya pembuktian atas idealisme Anda di dalam aksi yang nyata. Anda memikirkan sesuatu yang lebih besar ketimbang kepentingan sendiri dan keluarga, maka pasti ada orang-orang yang tergerak dan tertarik untuk mendukung Anda.
Setyo Hajar Dewantoro
Chairman The Avalon Consulting
28 Februari 2024
Disarikan dari Avalon Leadership Online Course (ALOC) Batch 6, Sesi 3